Senin, 23 Januari 2017

Asal usul lukisan "Praying Hands"



Pria itu sedari tadi terus menundukkan kepalanya,  seakan ingin menyembunyikan semburat pucat wajahnya. Maklum,  selama 4 tahun ini ia bekerja di perut bumi, tambang,  jarang sekali tersiram matahari. Berulang kali ia meremas tangannya yang ia tautkan, sesekali menghembuskan nafas beratnya.  Dadanya teramat sesak dan merasakan tenggorokannya terasa tersendat,  ratusan kata-kata yang sejak tadi sudah dirangkai kini sangat sulit untuk ia ungkapkan.

Setelah 4 tahun berpisah,  kini ia bagaikan malu dan tanpa daya berhadapan pada kakak kandungnya yang tampil di depannya. Bukan karena penampilan kakaknya yang total sudah berbeda,  rapi, berish dan tampan, bukan juga karena kakaknya sudah menyandang gelar terhormat di bidang seni dari fakultas seni di Nuremberg,  Bayern,  Jerman.  Ada alasan kuat di hatinya.

Ia memejamkan matanya sejenak berusaha untuk menguatkan dan meyakinkan hatinya kalau ia benar-benar harus mengungkapkan kata-kata yang sudah ia susun itu kepada
Kakaknya... Mulutnya yang sedari tadi terkunci,  akhirnya dibuka paksa... suaranya parau terkesan bergetar :

" Kak... Maafkan saya... Saya bukan tidak mau menempati janji... Tapi kedua tangan saya telah hancur. Untuk memegang gelas saja, saya harus gunakan dua tangan, mana mampu memagang pen atau kuas lagi. Sudah terlambat Kak!. Saya tidak dapat kuliah lagi", sembari berkata ia sembari mengeluarkan kedua tangannya yang masih dalam kondisi taut itu, diletakkan di meja.

Betul, kedua tangan itu kini kasar dan banyak bekas luka. Tepian kuku-kukunya hitam tebal , juga tak terhitung bekas luka di jari jarinya,  bahkan sebagian jarinya telah tidak dapat lurus lagi. Ini diperparah dengan penyakit reumatik di tangan kanannya. Semua ini terjadi dalam 4 tahun,  setelah ia banting tulang kerja di tambang.

Pria yang ia panggil kakak itu,  menatap intens kedua tangan adiknya, dia hampir tak percaya apa yang ia dengar dan lihat. Rasanya berton-ton beban di kepalanya,  juga terasa ribuan jarum menusuk ke hatinya, dadanya sesak.  Sambil mendekap erat-erat kedua tangan adiknya,  cucuran air mata menetes kejar kejaran keluar dari ujung matanya.

"Adik,, maafkan saya...sayalah yang salah. Saya sudah begitu egois...demi belajar telah menghancurkan hidupmu"

Empat Tahun Sebelumnya

Albrecht Durer, anak sulung, bersama adiknya Franz Knigstein.  Kedua mempunya cita-cita tinggi dan mimpi besar. Mereka sadar hidup di desa terpencil jauh dari kota Nuremberg, akan seperti pria di desa itu, hanya bekerja di tambang. Tapi, mereka ingin bisa mempunyai masa depan baik,masuk ke Universitas Nuremberg, yang terkenal menelorkan seniman top.

Dengan mempunyai 18 saudara,  mereka yakin ayahnya tidak mungkin menyekolahkan mereka kesana, walaupun berprofesi sebagai berdagang emas, bekerja 18 jam sehari,  ayahnya hanya mampu membesarkan mereka dengan pas pasan saja. Maklum di abad 15, belum dikenal program KB.

Untuk bisa tercapai impiannya,  mereka sepakat untuk secara bergantian belajar dan bekerja.  Sebuah uang logampun dijadikan penentu pemenang dalam undi uang logam. Yang keluar sebagai pemenang,  akan terlebih dahulu belajar,  dan dibiayai oleh yang kalah, dengan bekarja di tambang. Setelah 4 tahun kemudian,  akan bergilir perannya. Seperti kita ketahui,  Albrecht keluar sebagai pemenang.
 
                    * * * * *

Untuk menghormati pengorbanan Franz. Tahun 1490, Albrecht yang jenius kemudian diam diam membuat sketsa tangan adiknya,  saat sedang berdoa, yang kemudian terkenal dengan lukisan "Praying Hands"

Kini,  5000 tahun telah berlalu, master piece itu tersimpan baik di musium Jerman. Suatu lukisan yang menunjukkan Kerja Keras,  Bersyukur,  Kasih, Kesetian dan Pengorbanan.

Ingatlah teman teman,  saat Anda mendekapkan tangan seperti Franz,  renungkanlah sejenak akan mereka yang telah berjasa, berkorban, demi dan untuk Kesuksesan Anda. Sebagai ucapan bersyukur, balaslah Cinta mereka, dengan menjadi orang berguna untuk orang-orang lain,  untuk masyarakat , untuk dunia..... Memang itulah tujuan hidup seorang manusia.



Sent from Samsung Mobile.

Selasa, 17 Januari 2017

Rasa Syukur Sumber Kebahagiaan



Seorang penulis buku  yang terkenal duduk di ruang kerjanya...dia mengambil penanya... dan mulai menulis :

"Tahun lalu... saya harus dioperasi untuk mengeluarkan batu empedu. Saya harus terbaring cukup lama di ranjang.

Di tahun yang sama.... saya berusia 60 tahun dan memasuki usia pensiun, keluar dari pekerjaan di perusahaan yang begitu saya senangi...saya harus tinggalkan pekerjaan yang sudah saya tekuni selama 35 tahun.

Di tahun itu juga..saya ditinggalkan ayah yang tercinta.

Kemudian... masih di tahun yang sama anak saya gagal di ujian akhir kedokteran, karena kecelakaan mobil. Biaya bengkel akibat kerusakan mobil adalah puncak kesialan di tahun lalu..."

Di bagian akhir dia menulis :

*"Sungguh...tahun yang sangat buruk !"*
                                      
Istri sang penulis masuk ke kamar itu dan menjumpai suaminya yang sedang sedih dan termenung. Dari belakang...sang istri melihat tulisan sang suami. Perlahan-lahan ia mundur dan keluar dari ruangan itu...

15 menit kemudian dia masuk lagi dan meletakkan sebuah kertas berisi tulisan sebagai berikut :

"Tahun lalu... akhirnya saya berhasil menyingkirkan kantong empedu saya yang selama bertahun-tahun membuat perut saya sakit.

Di tahun itu juga...saya bersyukur bisa pensiun dengan kondisi sehat dan bahagia. Saya bersyukur kepada Tuhan sudah diberikan kesempatan berkarya dan penghasilan selama 35 tahun untuk menghidupi keluargaku.

Sekarang... saya bisa menggunakan waktu saya lebih banyak untuk menulis, yang merupakan hobi-ku sejak dulu ...

Pada tahun yang sama... ayah saya yang berusia 95 tahun... tanpa sakit apa2 telah mengakhiri hidupnya dengan damai dan bahagia.

Dan masih di tahun yang sama pula... Tuhan telah melindungi anak saya dari kecelakaan yang hebat.....Mobil kami memang rusak berat akibat kecelakaan tersebut... tapi anak saya selamat tanpa cacat sedikit pun..."
                                      
Pada kalimat terakhir istrinya menulis :

*"Tahun lalu.... adalah tahun yang penuh berkat yang luar biasa dari Tuhan.... dan kami lalui dengan penuh rasa takjub dan syukur..."*
                                      
Sang penulis tersenyum haru... dan mengalir rasa hangat di pipinya... Ia berterima kasih atas sudut pandang berbeda untuk setiap peristiwa yang dilaluinya tahun lalu... Perspektif yang berbeda membuatnya bahagia.
                                      
Sahabatku, di dalam hidup ini kita harus mengerti bahwa bukan kebahagiaan yang membuat kita bersyukur. Namun rasa syukurlah yang membuat kita bahagia.
                          
Mari kita berlatih melihat suatu peristiwa dari sudut pandang positif.

*_"We can complain because rose bushes have thorns, or rejoice because thorn bushes have roses"_ -  Abraham Lincoln*



Sent from Samsung Mobile.