Selasa, 24 November 2009

Arnon Milchan, Miliuner Penjual Senjata Asal Israel


ARNON Milchan adalah sosok pebisnis senjata paling berpengaruh di Israel. Selain menguasai lika-liku bisnis, Milchan juga ulung dalam berbagai negosiasi. Puluhan tahun ia berkiprah di bisnis jual beli senjata dan memasok berbagai peralatan tempur bagi tentara Israel.

Kini, dia juga memiliki pabrik pembuat senjata. Majalah Forbes mencatat, tahun ini kekayaan bersih Milchan mencapai US$ 2 miliar dan menempati peringkat 334 orang terkaya dunia.

Arnon Milchan adalah keturunan Yahudi pribumi tulen. Ia lahir di Tel Aviv, Israel, pada 6 Desember 1944. Dia menyebut dirinya sebagai, "Generasi ke-10 Palestina". Keluarga Milchan memang telah tinggal di wilayah tersebut selama lima abad. Di usia remaja, Milchan tidak banyak melewati masa-masa luang seperti kebanyakan pemuda Israel waktu itu.

Milchan justru menghabiskan waktu remajanya untuk mengasah diri membangun bisnis bersama ayahnya. Maklum, ia besar dari keluarga pebisnis. Ayah Milchan waktu itu menerima kontrak bisnis dari tentara Israel. Milchan muda sempat mengenyam bangku sekolah di London, Inggris. Namun dia tidak menamatkan sekolahnya. Ia memutuskan mudik ke Israel dan membantu bisnis sang ayah. Menginjak usia 22 tahun, ayah Milchan meninggal mendadak.

Milchan kemudian melanjutkan bisnis ayahnya. Ia mendapat warisan US$ 61.000 dan perusahaan pupuk yang hampir bangkrut. Warisan itu mengasahnya menjadi pebisnis sejati. Berkat tangan dingin Milchan, perusahaan pupuk itu perlahan bangkit. Ia pun sukses mengembalikan kejayaan bisnis warisan ayahnya. Bahkan belakangan ini perusahaan pupuk tersebut sudah menjelma menjadi perusahaan kimia dengan aset mencapai US$ 100 juta. Sembari mengurusi bisnis keluarga, Milchan mencoba mencari peluang bisnis lain.

Salah satunya adalah bisnis jual beli senjata super canggih. Awal mula menggeluti bisnis ini pada 1970-an. Waktu itu Milchan bertemu dengan koleganya sesama tokoh pemuda di Israel, seperti Shimon Perez, Moshe Dayan, Teddy Kolleck dan Chaim Herzog. Milchan bersama koleganya itu sering nongkrong di sebuah restoran di Tel Aviv untuk membicarakan urusan politik.



Maklum, kondisi Timur Tengah waktu itu sedang panas dan bergejolak, termasuk dalam urusan pengadaan senjata bagi tentara Israel. Milchan memang tertarik berdiskusi mengenai politik. Namun dia mengaku tak berminat menggelutinya. Dia hanya melihat ada peluang bisnis besar di balik dunia politik, yakni bisnis senjata api. Itu sebabnya Milchan tetap menjalin hubungan baik dengan tokoh-tokoh politik dan menggunakan jaringannya untuk menjalankan bisnis penjualan senjata. Wajar saja, sepanjang 1970-an, 1980-an, hingga Perang Teluk 1991, Milchan adalah sosok strategis pengadaan alat perang di Israel. Dia merupakan penyuplai senjata utama bagi negara Yahudi itu. Sebagai contoh, pada saat Perang Teluk 1991, Milchan adalah pemasok tunggal misil Hawk dan Patriot ke Israel, guna menandingi kedigdayaan rudal Scud milik Irak.



Dalam perjalanan kariernya, jejaring bisnis yang dibangun Milchan, yakni Milchan Brothers, juga bergerak mewakili kepentingan militer Israel. Saat ini, Milchan Brothers menaungi anak usaha Raytheon, North American Rockwell, Beecharft, Bell Helicopter, dan Magnavox. Semuanya bergerak dalam bidang manufaktur pertahanan dan keamanan. Namun Milchan hanya akan menjalankan produksi persenjataan serta menjual berbagai alat perang untuk kepentingan Israel. "Saya merupakan wakil tentara Israel," kata Milchan. Maka itu, Milchan tak akan pernah menjual senjatanya ke negara lain, kecuali untuk Israel.

Saat ini, Milchan menempatkan diri sebagai miliuner dunia. Dia mengendalikan 30 perusahaan di 17 negara. Selain pernah menjadi pemasok senjata bagi tentara, Milchan juga menggeluti bisnis lain seperti bisnis kimia, agribisnis, pakaian olahraga hingga merambah dunia film dan hiburan. Majalah Forbes mencatat, tahun ini kekayaan bersih Milchan mencapai US$ 2 miliar atau Rp 20 triliun (kurs Rp 10.000 per dolar AS). Piawai berbisnis senjata Arnon Milchan memang piawai berbisnis senjata.

Milchan Brother, perusahaan milik Milchan, merupakan mitra utama pabrik-pabrik senjata ternama dunia, seperti Raytheon, North American Rockwell, Beechcraft, Bell Halicopter, dan Magnafox. Selama menggeluti bisnis senjata, Milchan sering terseret masalah dan harus berhadapan dengan aparat hukum. Semua itu menjadi sisi gelap karier bisnisnya. Dia akhirnya berhenti dari bisnis senjata usai Perang Teluk 1991. Puluhan tahun Arnon Milchan menggeluti usaha jual beli persenjataan.

Keterlibatannya dalam berbagai aksi kotor demi mengail keuntungan menjadi sisi kelam perjalanan hidupnya. Milchan berkali-kali terseret kasus yang berhubungan dengan transaksi senjata. Salah satunya terjadi tahun 1975.

Waktu itu, dia menerima komisi US$ 300.000 dari anak usaha Raytheon, karena berhasil menjual misil Hawk ke Pemerintah Israel. Para pejabat dan parlemen Israel mempersoalkan komisi yang dinilai terlalu tinggi. Namun Milchan dengan sigap dan cepat mampu meredam perkara tersebut. Kasus hitam lainya yang melibatkan Milchan adalah tuduhan penyelundupan senjata dari Amerika Serikat (AS) ke Israel. Pengadilan AS membeberkan, pada 1980 salah satu perusahaan Milchan membeli chrythrons, sejenis peralatan pendukung untuk memicu ledakan nuklir, secara ilegal dari perusahaan agen senjata bernama Milco. Tuduhan itu muncul karena aparat hukum Amerika menemukan bukti kedekatan Milco dan Milchan. Lebih dari 80% bisnis Milco selalu berhubungan dengan Milchan, senjata, dan Israel. Milco juga terindikasi melakukan 800 kali penyelundupan senjata, termasuk mengangkut chrythrons secara ilegal dari Amerika Serikat menuju Israel.

Selain memasok chrythrons, Milco memasok pula bahan baku kimia untuk roket, mesin laser, dan kondensor bertegangan tinggi kepada perusahaan Milchan. Dasar pintar berkelit, Milchan menyangkal segala tuduhan tersebut dan berhasil terbebas dari semua tuduhan. Pengusutan perkara ini juga makin sulit karena petinggi Milco, Richard Smythe, kabur dan menjadi buronan. Selain memasok senjata ke Israel, Milchan juga menjadi pemasok alat perang bagi Afrika Selatan pada era 1970-an. Bahkan, kabarnya Milchan menjembatani kerjasama pengembangan nuklir antara Israel dan Afrika Selatan. Konon, Milchan melobi karibnya, Shimon Perez yang waktu itu menjabat Menteri Pertahanan Israel, supaya bersedia meneken kerjasama pengembangan nuklir serta pemasokan senjata.

Milchan mendapat banyak keuntungan ganda dari kerjasama itu, yakni komisi pemasokan senjata, serta mendapat proyek sampingan senilai US$ 100 juta dari pemerintah Afrika Selatan. Dana tersebut untuk membungkam para politisi Afrika Selatan, serta menyogok media massa asing yang menentang kebijakan apartheid. Maklum, waktu itu, Afrika Selatan terisolasi dari pergaulan dunia internasional lantaran melakukan diskriminasi terhadap orang kulit hitam. Milchan menggunakan dana tersebut untuk menyogok para politisi, serta melakukan kampanye di berbagai negara untuk memulihkan citra buruk Afrika Selatan. "Kami saling bekerjasama untuk menjelaskan kepada dunia bahwa politik apartheid adalah cara yang tidak buruk," kenang Milchan. Namun banyak pula yang curiga, sebagian besar dana dari pemerintah Afrika Selatan itu masuk ke kantong pribadi Milchan. Masa-masa kelam bisnis Milchan berakhir di awal era 1990-an. Dia menyatakan berhenti dari bisnis senjata setelah Perang Teluk 1991.

Dalam konflik Teluk, Milchan sempat menjual misil Patriot ke Israel untuk mempertahankan diri dari gempuran rudal Scud Irak. Meski mengaku telah meninggalkan bisnis panas itu, sikap Milchan soal perdagangan senjata tetap mendua.

Dia mengaku setia terhadap Israel dan akan melakukan apapun untuk berbakti kepada negaranya. "Jika Anda menyatakan bisnis senjata perbuatan ilegal, di Israel, tidak ada bisnis yang tidak berhubungan dengan senjata dan pertahanan," ucap Milchan.

Menggarap bisnis hiburan dan film Selepas dari bisnis senjata, Arnon Milchan mulai serius menggarap bisnis hiburan dan film. Pria flamboyan ini mengibarkan Regency Enterprises dalam industri film Hollywood. Dia juga menggandeng sutradara ternama untuk menggarap film-film produksi Regency Enterprises. Hanya dalam waktu enam tahun sejak menggeluti bisnis hiburan, Milchan berhasil menembus Hollywood. Sederet filmnya produksinya masuk jajaran box office. Salah satunya Pretty Woman. Arnon Milchan menyatakan berhenti dari bisnis senjata setelah Perang Teluk 1991. Dalam konflik di kawasan Teluk itu, Milchan sempat menjual misil Patriot ke Israel untuk mempertahankan diri dari gempuran rudal Scud Irak. Lepas dari senjata, Milchan lebih berfokus menekuni industri film. Sebenarnya, Milchan sudah lama merintis bisnis film hampir bersamaan dengan kariernya di bisnis senjata. Namun, Milchan mengaku lebih asyik menggeluti bisnis senjata dan kurang memperhatikan bisnis film.

Pada 1977, Milchan memulai debut sebagai produser film di Israel. Waktu itu, film perdana garapan Milchan berjudul Black Joy. Sebagai seorang produser dan eksekutif produser, Milchan bertanggung jawab atas kesuksesan film-film garapannya. Agar film garapannya cepat tenar, Milchan memanfaatkan kepiawaiannya bernegosiasi untuk mendongkrak pamor filmnya. Seorang mantan karyawan Milchan mengungkapkan, Milchan pernah melobi pejabat Festival Film Cannes untuk menyertakan Black Joy dalam festival itu. Tidak puas memproduksi film di Israel, Milchan mencari peruntungan ke Prancis. Ia memproduksi film komersial untuk French TV dan tayangan drama seperti Amadeus dengan pemeran utama Roman Polanski. Milchan juga memproduksi drama Ipi Tombi dan It's Nice to Be Civilized. Hollywood tetap menjadi impian Milchan. Tahun 1982, Milchan mendirikan Regency Enterprises.

Kerajaan bisnis film dan hiburan Milchan berawal dari sini. Lewat Regency Enterprises inilah Milchan masuk ke Hollywood. Untuk menggarap lebih serius bisnis filmnya, Milchan sangat total dalam bekerja dan siap menghadapi berbagai risiko. Tak tanggung-tanggung, Milchan menggandeng beberapa sutradara terkenal dnia seperti Sydney Pollack, Sidney Lumet, Ridley Scott, Ron Shelton, dan Martin Scorsese. Ada pemeo, orang datang ke Hollywood untuk terlahir kembali.

Hollywood tidak begitu peduli dengan sejarah masa lalu seseorang. Ini sebenarnya menguntungkan bagi Arnon Milchan yang masa lalunya penuh dengan sisi gelap dan segudang kontroversi. Meski begitu, sepak terjang Milchan di masa lalu tidak serta merta hilang begitu saja. Sebagian kalangan di Hollywood tetap tak bisa melupakan track record Milchan. Bagi mereka Milchan adalah bagian dari peperangan yang dikobarkan Israel. Tidak sedikit yang mencap Milchan sebagai seorang pembajak. Toh, itu tak membuat Milchan ciut nyali.

Pada 1983, Milchan mencatatkan sejarah dengan masuk pentas Hollywood. Film perdananya di Hollywood adalah King of Comedy. Di film ini, Milchan menggandeng sutradara Martin Scorsese. Di Hollywood, penampilan Milchan juga ikut berubah. Milchan selalu tampil layaknya anak muda. Dia juga menggambarkan dirinya sebagai sosok yang ramping, berpandangan ke depan, ramah, dan cerdas. Bukan cuma itu, Milchan senang menggunakan kacamata berwarna, kain wol halus berlapis dua, yang membalut kemeja sutera dengan leher terbuka, seraya memperlihatkan bulu dadanya.

Film-film berkualitas pun bermunculan dari perusahaan milik pria flamboyan asal Israel ini. Menggandeng sutradara Sergio Leone, Milchan menggarap film Once Upon a Time in America pada 1984. Milchan juga berkolaborasi dengan Oliver Stone untuk menggarap film JFK pada 1991, Heaven and Earth (1993), Natural Born Killers (1994). Deretan film lainnya yang sukses di Hollywood adalah The War of the Roses (1989), Pretty Woman (1990), Under Siege (1992), Free Willy (1993), The Client (1994), dan Heat (1995).

Membangun Kerajaan Media Arnon Milchan ingin melupakan sisi gelap masa lalunya sebagai pemasok senjata dengan membangun kejayaan keluarganya lewat bisnis media. Makanya, dia mengangkat empat anak-anaknya untuk bekerja keras membangun kerajaan media mereka saat ini, Regency Enterprises. Dia juga menjalin kerjasama dengan orang-orang yang berpengaruh di bisnis hiburan, seperti Rupert Murdoch, serta terus menjalin relasi dengan mantan Perdana Menteri Israel Shimon Peres. Arnon Milchan terus membangun imperium bisnisnya. Salah satu strateginya, Milchan menggandeng pengusaha kawakan di bidang media dan hiburan. Pada 1997, Milchan menjalin kerjasama dengan raja media Rupert Murdoch, pemilik Fox News. Dalam kerjasama ini, Milchan menjual 20% sahamnya di New Regency Productions senilai US$ 200 juta kepada Murdoch.

Setelah itu, Murdoch menyuntik modal segar US$ 30 juta di jejaring televisi milik Milchan, Regency Television. Saat ini, porsi saham Murdoch dan Milchan di New Regency sudah mencapai masing-masing 50%. "Milchan menggandeng Fox untuk meyakinkan tingkat keamanan finansialnya," kata Ann Louise Bardach, wartawan yang menulis artikel tentang Milchan berjudul The Last Tycoon. Regency Enterprises, induk usaha media dan hiburan yang dibangun Milchan, bukan hanya mengendalikan New Regency. Regency Enterprises juga memiliki beberapa anak usaha seperti stasiun TV Regency Television dan BabyFirstTV, sebuah saluran televisi di AS untuk bayi berusia 0-3 tahun. Kemudian, Milchan juga menguasai The Israeli Network, sebuah saluran kabel yang menyasar pasar AS. Bisnis hiburan Milchan lainnya adalah Channel 10, sebuah stasiun televisi komersial di Israel. Untuk operasional bisnisnya itu, Milchan melibatkan anak-anaknya serta kerabatnya untuk mengelola perusahaannya. Sebagai contoh, Milchan mendaulat David Matalon, teman dari anaknya, sebagai pemimpin New Regency Productions.

Apalagi, orangtua David merupakan teman baik Milchan. Milchan juga menunjuk Alexandra Milchan, putri sulungnya, sebagai wakil pemimpin New Regency di Los Angeles. Adapun anak laki-laki Milchan, Yariv Milchan, menjadi seorang fotografer dan kamerawan di New Regency. Sedangkan anak perempuannya yang lain, Elinor Milchan, bekerja sebagai produser independen dan menggarap film dokumenter yang dibintangi oleh artis-artis pemula. Milchan sudah lama bercerai dengan istrinya Brigitte Genmaire, seorang model berdarah Prancis.

Belakangan, Milchan menikah lagi dengan Amanda Coetzer, mantan petenis dunia asal Afrika Selatan. Ketiga anaknya mengakui bahwa Milchan pernah menjadi seorang pemasok senjata dan agen Mossad Israel. Tapi, kini Milchan menjadi produser film ternama. Alexandra kagum kepada ayahnya lantaran mau secara sungguh-sungguh menghapus masa lalunya. Kendati besar dan sukses di Amerika, Milchan tidak pernah melupakan Israel sebagai tanah kelahirannya.

Apalagi dia memiliki sahabat karib, Shimon Peres, mantan Perdana Menteri Israel. Pernah Peres merekomendasikan dua buku untuk dibaca Milchan, berjudul The Name of the Rose dan The Remains of the Day. Belakangan, Milchan terinspirasi buku The Name of the Rose dan mengadaptasikan ke sebuah film. Suatu ketika, Milchan berkunjung ke kediaman Peres. Di tengah perbincangan, tiba-tiba Peres teringat janjnya untuk bertemu orang-orang Palestina. Sejurus kemudian, datang Nabil Shaat, ajudan pemimpin Palestina Yasser Arafat, bersama rombongan. Semula tidak ada yang memperhatikan Milchan. Kemudian, Peres mengenalkan Milchan. "Ini Arnon Milchan, sahabat saya. Dia produser film hebat," kata Perez seperti ditirukan oleh Milchan.

Salah seorang utusan Palestina mengenali sosok Milchan. Bahkan orang itu mengaku bahwa Yasser Arafat mengagumi salah satu karya Milchan, yakni Pretty Woman. Dari pertemuan tersebut, akhirnya mereka berniat membuat film yang menceritakan tentang kisah orang Palestina dan Yahudi.









Tidak ada komentar: