Rabu, 09 Maret 2011 | 08:56 oleh Dharmesta
Bakat Robin Li, pendiri situs pencari Baidu, di bidang komputer telah terlihat sejak sekolah menengah atas. Ia sering mengikuti lomba komputer. Robin pun berhasil masuk Universitas Peking nan prestisius. Lantaran situasi politik yang kurang kondusif, dia meninggalkan China menuju Amerika Serikat. Di sana, ia mendapat inspirasi untuk mendirikan bisnis mesin pencari. Kini, Robin menjadi orang terkaya kedua di China versi Forbes. Kekayaannya mencapai US$ 7,2 miliar.
Robin Li terlahir dari pasangan pekerja pabrik di daerah Yangquan, Shanxi, China pada 17 November 1968. Di daerah itulah Robin menghabiskan sebagian besar masa kecilnya.
Meski Robin merupakan anak keempat dari lima bersaudara, sebagai satu-satunya anak laki-laki, ia mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya. Apalagi, saat masih kecil, sang bunda pernah berpesan supaya Robin belajar dengan keras hingga perguruan tinggi untuk memperoleh pekerjaan yang bagus. Maklum, Robin bukanlah berasal dari kalangan berada.
Pesan ibu inilah yang melecut semangat Robin kecil untuk selalu rajin belajar. Meski keluarganya tak kaya, namun berkat otaknya yang encer Dia berhasil masuk ke sekolah menengah atas (SMA) favorit di daerahnya, Yangquan First High School dengan meraih nilai tertinggi ke-2 saat ujian masuk.
Di sekolah ini, Robin pun menunjukkan minatnya terhadap pelajaran komputer dan beberapa kali berpartisipasi pada perlombaan pemrograman tingkat kota.
Pada 1987, ia mengikuti ujian perguruan tinggi tingkat nasional. Robin berhasil meraih nilai tertinggi dibandingkan peserta lain di Yangquan. Dia lantas memilih Universitas Peking di jurusan Manajemen Informasi.
Di China, seperti halnya Korea Selatan dan Jepang, masa depan seseorang ditentukan dari universitasnya. Karena perusahaan-perusahaan hanya mau memperkerjakan lulusan dari perguruan tinggi ternama.
Di Universitas Peking, Robin menghabiskan waktu selama empat tahun dan lulus pada 1991. Sayangnya, ketika ia lulus, terjadilah peristiwa demo mahasiswa berdarah di Tianmen. Situasi politik dan ekonomi di China pun memburuk sehingga dia gagal memperoleh pekerjaan.
Robin hanya bekerja secara serabutan sambil menunggu lamaran sekolah ke sebuah universitas di Amerika Serikat (AS). "Saya memang mendambakan bisa melanjutkan sekolah ke AS, karena situasi di China saat itu kurang baik," ujarnya. Ia mengajukan berpuluh-puluh lamaran ke bermacam universitas dengan harapan bisa diterima.
Akhirnya, di pengujung tahun 1991, sebuah panggilan datang dari State University of New York. Awalnya, ia ingin langsung meraih gelar doktoral. Namun, Robin membatalkannya niatnya dengan hanya mengambil master dan meraihnya pada 1994.
Robin kemudian mendapatkan pekerjaan di IDD yang merupakan bagian dari Dow Jones. Di sini, ia memperoleh pencerahan. Ternyata, pentingnya informasi bisa diperingkat berdasarkan berapa banyak informasi itu dikutip, atau dalam kasus situs dari berapa banyak situs yang terhubung dengan informasi itu.
Lantas, pada 1996, Robin menciptakan algoritma untuk menilai suatu situs buat Dow Jones yang diberi nama Rank Dex. Untuk temuannya ini, Robin memperoleh hak paten.
Di saat yang sama, dua mahasiswa program doktoral Stanford, Larry Page dan Sergey Brin bereksperimen dengan algoritma yang mirip. Mereka menamakannya BackRub yang merupakan cikal bakal Google.
Meskipun Robin sudah mempunyai karier yang bagus sebagai senior consultant di IDD, pada Juli 1997, ia memutuskan pindah ke Infoseek, yang merupakan salah satu pemain awal di bisnis mesin pencari. Sayang, Disney sebagai pemilik Infoseek kurang memiliki komitmen, sehingga menyebabkan Robin menjadi frustasi.
Di tengah rasa frustasinya itu, pada 1998, Robin memutuskan melakukan perjalanan ke Silicon Valley untuk menyelesaikan bukunya yang berjudul Silicon Valley Business War.
1 komentar:
luar biasaaa,, saya termotivasi dengan kerja keras dan semangat anda..
Posting Komentar