Kamis, 26 Maret 2009

Hukum "TRUK SAMPAH"


Suatu hari saya naik sebuah taxi dan menuju ke Bandara. Kami melaju pada jalur yang benar ketika tiba-tiba sebuah mobil hitam melompat keluar dari tempat parikr tepat di depan kami. Supir taxi menginjak pedal rem dalam-dalam hingga ban mobil berdecit dan berhenti hanya beberapa cm dari mobil tersebut.



Pengemudi mobil hitam tersebut mengeluarkan kepalanya & mulai menjerit ke arah kami. Supir taxi hanya tersenyum & melambai pada orang orang tersebut. Saya benar-benar heran dengan sikapnya yang bersahabat. Maka saya bertanya, "Mengapa anda melakukannya? Orang itu hampir merusak mobil anda dan dapat saja mengirim kita ke rumah sakit!" Saat itulah saya belajar dari supir taxi tersebut mengenai apa yang saya kemudian sebut "Hukum Truk Sampah".



Ia menjelaskan bahwa banyak orang seperti truk sampah. Mereka berjalan keliling membawa sampah, seperti frustrasi, kemarahan,kekecewaan. Seiring dengan semakin penuh kapasitasnya, semakin mereka membutuhkan tempat untuk membuangnya, & seringkali mereka membuangnya kepada anda. Jangan ambil hati, tersenyum saja,lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup.



Jangan ambil sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orang lain yang anda temui, di tempat kerja, di rumah atau dalam perjalanan. Intinya, orang yang sukses adalah orang yang tidak membiarkan "truk sampah" mengambil alih hari-hari mereka dengan merusak suasana hati.



Hidup ini terlalu singkat untuk bangun di pagi hari dengan penyesalan, maka:


Kasihilah orang yang memperlakukan anda dengan benar, berdoalah bagi yang tidak.


Hidup itu 10% mengenai apa yang kau buat dengannya dan 90% tentang bagaimana kamu menghadapinya.


Hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu, tapi tentang bagaimana belajar menari dalam hujan.

Selasa, 17 Maret 2009

DERMAWAN rahasia


oleh: Woody McKay Jr,

Sebagai seorang supir selama beberapa tahun di sekitar awal tahun 1910-an, ayahku menyaksikan majikannya yang kaya raya secara diam-diam memberikan uang kepada banyak orang, dan sadar bahwa mereka tidak akan pernah mampu mengembalikan uang itu.
Ada satu cerita yang menonjol dalam kenanganku di antara banyak cerita yang disampaikan ayahku kepadaku. Pada suatu hari, ayahku mengantar majikannya ke sebuah kotalain untuk menghadiri sebuah pertemuan bisnis. Sebelum masuk ke kotaitu, mereka berhenti untuk makan sandwich sebagai ganti santap siang.

Ketika mereka sedang makan, beberapa orang anak lewat, masing-masing menggelindingkan sebuah roda yang terbuat dari kaleng. Salah seorang di antara anak-anak itu pincang. Setelah memperhatikan lebih dekat, majikan ayahku tahu bahwa anak itu menderita clubfoot. Ia keluar dari mobil dan menghentikan anak itu.
"Apakah kakimu membuatmu susah?" tanya orang itu kepada si anak.
"Ya, lariku memang terhambat karenanya," sahut anak itu.
"Dan aku harus memotong sepatuku supaya agak enak dipakai. Tapi aku sudah ketinggalan. Buat apa tanya-tanya? "
"Mm, aku mungkin ingin membantu membetulkan kakimu. Apakah kamu mau?"
"Tentu saja," jawab anak itu.

Anak itu senang tetapi agak bingung menjawab pertanyaan itu. Pengusaha sukses itu mencatat nama si anak lalu kembali ke mobil. Sementara itu, anak itu kembali menggelindingkan rodanya menyusul teman-temannya.
Setelah majikan ayahku kembali ke mobil, ia berkata, "Woody, anak yang pincang itu... namanya Jimmy. Umurnya delapan tahun. Cari tahu di mana ia tinggal lalu catat nama dan alamat orangtuanya. " Ia menyerahkan kepada ayahku secarik kertas bertuliskan nama anak tadi.
"Datangi orangtua anak itu siang ini juga dan lakukan yang terbaik untuk mendapatkan izin dari orangtuanya agar aku dapat mengusahakan operasinya. Urusan administrasinya biar besok saja. Katakan, aku yang menanggung seluruh biayanya."

Mereka meneruskan makan sandwich, kemudian ayahku mengantar majikannya ke pertemuan bisnis.Tidak sulit menemukan alamat rumah Jimmy dari sebuah toko obat di dekat situ. Kebanyakan orang kenal dengan anak pincang itu.Rumah kecil tempat Jimmy dan keluarganya tinggal sudah harus di cat ulang dan diperbaiki di sanasini. Ketika memandang ke sekeliling, ayahku melihat baju compang-camping dan bertambal-tambal dijemur di seutas tali di samping rumah. Sebuah ban bekas digantungkan pada seutas tambang pula pada sebuah pohon oak, tampaknya untuk ayunan.Seorang wanita usia tiga puluh limaan menjawab ketukan pintu dan membuka pintu yang engselnya sudah berkarat. Ia tampak kelelahan, dan tampangnya menunjukkan bahwa hidupnya terlalu keras.
"Selamat siang," ucap ayahku memberi salam.
"Apakah Anda ibu Jimmy?"
Wanita itu agak mengerutkan dahinya sebelum menyahut."Ya. Apakah ia bermasalah?" Matanya menyapu ke arah seragam ayahku yang bagus dan disetrika rapi.
"Tidak, Bu. Saya mewakili seorang yang sangat kaya raya yang ingin mengusahakan kaki anak Anda dioperasi agar dapat bermain seperti teman-temannya. "
"Apa-apaan ini, Bung? Tak ada yang gratis dalam hidup ini."
"Ini bukan main-main. Apabila saya diperbolehkan menerangkannya kepada Anda--dan suami Anda, jika ia ada--saya kira semuanya akan jelas. Saya tahu ini mengejutkan. Saya tidak menyalahkan bila Anda merasa curiga."Ia menatap ayahku sekali lagi, dan masih dengan ragu-ragu, ia mempersilahkannya masuk.
"Henry," serunya ke arah dapur, "Ke mari dan bicaralah dengan orang ini. Katanya ia ingin menolong membetulkan kaki Jimmy.
"Selama hampir satu jam, ayahku menguraikan rencananya dan menjawab pertanyaan-pertanya an mereka. "
Apabila Anda mengizinkan Jimmy menjalani operasi," katanya, "Saya akan mengirimkan surat-suratnya untuk Anda tandatangani. Sekali lagi, kami yang akan menanggung seluruh biayanya."Masih belum bebas dari rasa terkejut, orangtua Jimmy saling memandang di antara mereka. Tampaknya mereka masih belum yakin."
Ini kartu nama saya. Saya akan menyertakan sebuah surat kalau nanti saya mengirimkan dokumen-dokumen perizinan. Semua yang telah kita bicarakan akan saya tuliskan dalam suratitu. Andaikata masih ada pertanyaan,telepon atau tulis suratke alamat ini." Tampaknya sedikit banyak ini memberi mereka kepastian. Ayahku pergi.Tugasnya telah ia laksanakan. Belakangan, majikan ayahku menghubungi walikota, meminta agar seseorang dikirim ke rumah Jimmy untuk meyakinkan keluarga itu bahwa tawaran tersebut tidak melanggar hukum. Tentu saja, nama sang dermawan tidak disebutkan.Tidak lama kemudian, dengan surat-surat perizinan yang telah ditandatangani, ayahku membawa Jimmy ke sebuah rumah sakit mewah di negara bagian lain untuk yang pertama dari limaoperasi pada kakinya.Operasi-operasi itu sukses. Jimmy menjadi anak paling disukai oleh para perawat di bangsal ortopedi rumah sakit itu. Air mata dan peluk cium seperti tak ada habisnya ketika ia akhirnya harus meninggalkan rumah sakit itu.
Mereka memberikannya sebuah kenang-kenangan, sebagai tanda syukur dan peduli mereka... sepasang sepatu baru, yang dibuat khusus untuk kaki "baru"nya. Jimmy dan ayahku menjadi sangat akrab karena sekian kali mengantarnya pulang dan pergi ke rumah sakit. Pada kebersamaan mereka yang terakhir, mereka bernyanyi-nyanyi, dan berbincang tentang apa yang akan diperbuat oleh Jimmy dengan kaki yang sudah normal dan sama-sama terdiam ketika mereka sudah sampai ke rumah Jimmy.
Sebuah senyum membanjiri wajah Jimmy ketika mereka tiba di rumah dan ia melangkah turun dari mobil. Orangtua dan dua saudara laki-lakinya berdiri berjajar di beranda rumah yang sudah tua itu."Diam di sana, " seru Jimmy kepada mereka. Mereka memandang dengan takjub ketika Jimmy berjalan ke arah mereka. Kakinya sudah tidak pincang lagi.Peluk, cium dan senyum seakan tak ada habisnya untuk menyambut anak yang kakinya telah "dibetulkan" itu.
Orangtuanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum ketika memandangnya. Mereka masih tidakbisa percaya ada orang yang belum pernah mereka kenal mengeluarkan uang begitu banyak untuk membetulkan kaki seorang anak laki-laki yang juga tidak dikenalnya.

Dermawan yang kaya raya itu melepas kacamata dan mengusap air matanya ketika ia mendengar cerita tentang anak yang pulang ke rumah itu."Kerjakan satu hal lagi, " katanya, "Menjelang Natal, hubungi sebuah toko sepatu yang baik. Buat mereka mengirimkan undangan kepada setiap anggota keluarga Jimmy untuk datang ke toko mereka dan memilihsepatu yang mereka inginkan. Aku akan membayar semuanya. Dan beritahu mereka bahwa aku melakukan ini hanya sekali. Aku tidak ingin mereka menjadi tergantung kepadaku."Jimmy menjadi seorang pengusaha sukses sampai ia meninggal beberapa tahun yang lalu.

Sepengetahuanku, Jimmy tidak pernah tahu siapa yang membiayai operasi kakinya. Dermawannya, Mr, HENRY FORD, selalu mengatakan lebih menyenangkan berbuat sesuatu untuk orang yang tidak tahu siapa yang telah melakukannya.


"Ada kebahagiaan yang kita rasakan dari menolong orang lain"
(Paul Newman)

Lima MENIT saja


Seorang ibu duduk di samping seorang pria di bangku dekat Taman-Main di West Coast Park pada suatu minggu pagi yang indah cerah.

"Tuh.., itu putraku yang di situ," katanya, sambil menunjuk ke arah seorang anak kecil dalam T-shirt merah yang sedang meluncur turun dipelorotan.
Mata ibu itu berbinar, bangga.
"Wah, bagus sekali bocah itu," kata bapak di sebelahnya.
"Lihat anak yangsedang main ayunan di bandulan pakai T-shirt biru itu? Dia anakku," sambungnya, memperkenalkan. Lalu, sambil melihat arloji, ia memanggil putranya.
"Ayo Jack, gimana kalau kita sekarang pulang?"
Jack, bocah kecil itu, setengah memelas, berkata, "Kalau lima menit lagi,boleh ya, Yahhh? Sebentar lagi Ayah, bolehkan? Cuma tambah lima menit kok,yaaa...? "
Pria itu mengangguk dan Jack meneruskan main ayunan untuk memuaskan hatinya. Menit menit berlalu, sang ayah berdiri, memanggil anaknya lagi.
"Ayo, ayo, sudah waktunya berangkat?"
Lagi-lagi Jack memohon, "Ayah, limamenit lagilah. Cuma lima menit tok, ya? Boleh ya, Yah?" pintanya sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Pria itu bersenyum dan berkata, “OK-lah, iyalah..."
"Wah, bapak pasti seorang ayah yang sabar," ibu yang di sampingnya, dan melihat adegan itu, tersenyum senang dengan sikap lelaki itu.

Pria itu membalas senyum, lalu berkata, "Putraku yang lebih tua, John, tahun lalu terbunuh selagi bersepeda di dekat sini, oleh sopir yang mabuk. Tahu tidak, aku tak pernah memberikan cukup waktu untuk bersama John. Sekarang apa pun ingin kuberikan demi Jack, asal saja saya bisa bersamanya biar pun hanya untuk lima menit lagi. Saya bernazar tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi terhadap Jack. Ia pikir, ia dapat lima menit ekstra tambahan untuk berayun, untuk terus bermain. Padahal, sebenarnya, sayalah yang memperoleh tambahan lima menit memandangi dia bermain, menikmati kebersamaan bersama dia, menikmati tawa renyah- bahagianya.. .."


Hidup ini bukanlah suatu lomba. Hidup ialah masalah membuat PRIORITAS. Prioritas apa yang Anda miliki saat ini? Berikanlah pada seseorang yang kaukasihi, lima menit saja dari waktumu, dan engkau pastilah tidak akan menyesal selamanya.

Kisah STANFORD UNIVERSITY


Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar menggandeng suaminya yang berpakaian sederhana dan usang, turun dari kereta api di Boston, dan berjalan dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University.

Sesampainya disana sang sekretaris Universitas langsung mendapat kesan bahwa mereka adalah orang kampung, udik, sehingga tidak mungkin ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas berada di Cambridge.
"Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard", kata sang pria lembut.
"Beliau hari ini sibuk," sahut sang Sekretaris cepat.
"Kami akan menunggu," jawab sang Wanita.

Selama 4 jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi nyatanya tidak. Sang sekretaris mulai frustrasi, dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang pemimpinnya.
"Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi," katanya pada sang Pimpinan Harvard. Sang pimpinan menghela nafas dengan geram dan mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka. Dan ketika dia melihat dua orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang diluar kantornya, rasa tidak senangnya sudah muncul. Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut.

Sang wanita berkata padanya, "Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia disini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini. bolehkah?" tanyanya,dengan mata yang menjeritkan harap.
Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh, wajahnya bahkan memerah.Dia tampak terkejut. "Nyonya," katanya dengan kasar,
"Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan seperti kuburan."
"Oh, bukan," Sang wanita menjelaskan dengan cepat,"Kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard."
Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, "Sebuah gedung?!
Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung? Kalian perlu memiliki lebih dari 7,5juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard."
Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang.

Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan, "Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja?"Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan. Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, di sana mereka mendirikan sebuah Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard.Universitas tersebut adalah STANFORD UNIVERSITY , salah satu universitas favorit kelas atas di AS.

Pesan Moral :
Kita, seperti pimpinan Harvard itu, acap silau oleh baju, dan lalai. Padahal, baju hanya bungkus, apa yang disembunyikannya, kadang sangat tak ternilai. Jadi, janganlah kita selalu abai, karena baju-baju, acap menipu !