Rabu, 26 Oktober 2011

Vincent Lo: Taipan properti Hong Kong yang mendapat gelar The King of Guanxi

Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Hong Kong dan Beijing pasca penyerahan mandat pemerintahan dari Inggris dimanfaatkan oleh banyak kalangan, tak terkecuali Vincent Lo. Pengusaha asli Hongkong ini berhasil mengembangkan usahanya di bisnis properti di China dan mendapatkan banyak kepercayaan di negara tersebut.


Pemilik Shui On Group in pun berhasil menduduki peringkat orang terkaya ke-18 di China dan ke-512 di dunia dengan kekayaan US$ 2,3 miliar.

Pengembalian mandat wilayah Hong Kong yang dilakukan Inggris kepada Pemerintahan Republik Rakyat China (RRC) pada tahun 1997 membuka banyak peluang bagi warga Hong Kong untuk merintis usaha. Sebab, arus perdagangan dan perekonomian di kedua wilayah tersebut semakin deras saja.

Salah seorang yang memanfaatkan peluang ini adalah Vincent Hong Sui Lo. Pria berusia 63 tahun asal Hong Kong ini, merupakan salah satu pengusaha yang berhasil mengembangkan bisnis properti di Beijing, China. Kini, ia berhasil menempati peringkat orang terkaya sejagat pada urutan 514 dan nomor 19 di China dengan kekayaan mencapai US$ 2,3 miliar.

Kesuksesan Lo merupakan perpaduan antara teori dan praktik di lapangan. Selain itu, faktor keluarga juga memiliki peranan penting dalam keputusannya terjun dalam dunia bisnis. Maklum, ayah Lo, Lo Ying Shek dikenal sebagai taipan real estate meski tak sesukses anaknya.

Berkat keberhasilannya membangun hingga 55% proyek real estate di Beijing, Lo pun sempat mendapat sebutan sebagai Mr Beijing. Lantas, ia mendirikan Shui On Group. Perusahaan induk ini membawahi Shui On Land Limited (SOL) dan Shui On Construction And Materials Limited (SOCAM) yang bergerak di bidang konstruksi, produksi semen dan pengembangan properti.

SOCAM sendiri berdiri pada 1995 ketika Lo berhasil membeli pabrik semen di Chongqing. Alasan Vincent mendirikan pabrik semen ini adalah untuk mendukung usahanya di sektor properti. "Dengan memiliki bahan baku utama sendiri, sangat signifikan untuk memangkas biaya," ujarnya.
Keberhasilannya mendirikan perusahaan yang bergerak di pembuatan semen juga membuat kekayaannya meningkat drastis. Berdasarkan data Forbes, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kekayaannya meningkat menjadi hampir delapan kali lipat.

Bagi Lo, membesarkan SOCAM jauh lebih mudah dibandingkan merintis bisnis pertamanya berupa perusahaan properti. Lo bilang, untuk mencapai kondisi stabil dan mendapatkan keuntungan di SOL, butuh waktu sekitar 20 tahun lebih. Sementara, ia hanya membutuhkan waktu lima tahun untuk mengembangkan usaha semennya.

Selain di Hong Kong, kedua anak perusahaan Shui On Group ini telah beroperasi di Makau dan China. Bahkan memasuki tahun 2005, Lo sudah mendapat kepercayaan untuk mengembangkan proyeknya di wilayah Eropa, seperti Prancis dan Italia.

Pada September 2010, SOL mengeluarkan dana US$ 477 juta untuk menggarap proyek transportasi darat di wilayah Hongqiau, Beijing Barat. Untuk mendanainya, ia menjual surat utang perusahaan senilai US$ 439 juta.

Sedangkan SOCAM, kini telah berhasil menjadi produsen semen ketiga terbesar di China. Baik SOL maupun SOCAM telah melantai di di Bursa Efek Hongkong di tahun 1996 dan 1997.

Untuk mendongkrak bisnisnya, pria lulusan University of New South Wales ini juga menjalin banyak koneksi dengan kalangan politikus dan pejabat pemerintahan China. Ia juga mendapat julukan The King of Guanxi karena memiliki kemampuan menjalin hubungan yang baik dengan banyak kalangan. Hal ini diakui oleh banyak kalangan pebisnis di China, bahwa kemampuan untuk menjalin koneksi dengan baik sangat jarang dimiliki oleh banyak pengusaha China.

Namun Lo sendiri lebih mengakui bahwa motivasinya untuk memperluas pergaulannya karena kepeduliannya terhadap kondisi China secara umum, bukan motif keuntungan pribadi semata. "Karena alasan inilah banyak pihak di China yang memberikan kepercayaan," tegasnya.

Tidak ada komentar: