TREN produk elektronik berkembang semakin pesat. Pasar terus saja dijejali berbagai produk dengan model terbaru. Fenomena ini juga menandakan bahwa persaingan antarindustri di sektor ini berlangsung begitu ketat. Dan dirasakan semakin sengit setelah dunia mulai dibanjiri produk murah asal Cina. Nah, mereka yang akan memenangkan pertempuran, sejatinya adalah produk inovatif yang mampu melayani selera pasar.
Strategi serupa itu memang tengah digencarkan kalangan industri. Tak terkecuali juga dilakukan oleh Philips Electronics NV. Selain terus memproduksi berbagai produk consumer electronics (mulai dari seperti radio, televisi, handy cam, pemutar DVD, walkman, hingga ke lampu, setrika, rice cooker, coffee maker, microwave, dan dispenser), gergasi asal Belanda ini juga mulai fokus mengembangkan produk untuk keperluan khusus, seperti peralatan penunjang sistem keamanan, kesehatan, dan laboratorium.
Terutama di sektor produksi alat-alat kesehatan, dalam empat tahun terakhir ini, bahkan pengembangan yang dilakukan Philips dirasakan begitu gencar. Kebijakan ini mulai dijalankan setelah Gerard Kleisterlee dipercaya menduduki jabatan Chief Executive Officer (CEO) Philips Electronics NV pada 2001.
Hal itu perlu dilakukannya, tampaknya, sebagai langkah antisipasi menghadapi iklim persaingan yang cenderung semakin keras. Pertimbangan lainnya, karena didorong oleh pengalaman buruk yang meletup setahun setelah ia menjalankan tugasnya sebagai orang nomor satu di perusahaan itu. Di luar dugaannya, ketika itu Philips harus mengalami kerugian hingga EUR 3,2 miliar —konon kerugian terbesar sejak industri ini mulai beroperasi pada 1891.
Dus, bisa dibayangkan, kala itu adalah masa yang paling kritis bagi pria yang saat ini telah berusia 61 tahun tersebut. Banyak kalangan pun, tak pelak, meragukan kualitas kepemimpinannya. Terutama di mata para analis, mereka beranggapan bahwa para pemegang saham Philips telah salah memilih seorang pemimpin.
Reputasinya sebagai eksekutif andal, tampaknya tengah dipertaruhkan. Tak mau dianggap sebagai pecundang, Kleisterlee pun segera mengubah arah kebijakannya. Di antaranya, ia tak mau lagi bertarung habis-habisan di ceruk consumer electronics, terutama melawan para raksasa elektronik asal Asia, seperti Sony, LG, atau Samsung. Maklum, selain agresif, produk-produk asal Asia itu kesohor dengan harganya yang lebih murah.
Nah, sebagai gantinya, ya itu tadi, ia lebih cenderung mendorong meningkatkan produksi peralatan kesehatan. Pertimbangannya, Kleisterlee melihat kenyataan bahwa semakin banyak masyarakat yang mulai peduli akan kesehatan. Dan melihat perkembangan dunia kesehatan yang begitu pesat, sebagai seorang businessman ia melihat ada peluang yang cukup besar bagi Philips untuk bermain di "wilayah" ini.
Ternyata, "revolusi" yang dilakukannya membawa hasil. Hanya dalam tempo tak lebih dari setahun, Philips akhirnya berhasil mencatatkan keuntungan kembali. Nilainya pun terbilang lumayan, yakni sebesar EUR 695 juta. Dan sejak setelah itu, keuntungan yang dipetik perusahaan yang bermarkas di kota Amsterdam, Belanda, ini terus meningkat. Terakhir pada tahun lalu, dari total pendapatan sebesar EUR 27 miliar, keuntungannya mencapai EUR 5,4 miliar.
Memang sih, dari pendapatan sebesar itu, kontribusi terbesar masih dari memasarkan produk consumer electronics, yakni mencapai EUR 10,6 miliar. Tapi jika dilihat trennya selama 6 tahun terakhir (2001-2006), sebenarnya skala penjualan produk ini relatif stagnan. Sebaliknya dengan penjualan produk kesehatan, sejak digarap lebih serius pada 2001, trennya cenderung terus meningkat secara signifikan. Pada lima tahun lalu total penjualannya baru mencapai EUR 4,8 miliar. Tahun lalu, penjualannya sudah mencapai EUR 6,7 miliar. Dus, bisa dibilang, produk yang satu ini memiliki prospek yang cukup cerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar