Selasa, 24 November 2009

Ezatullah Atef, Sosok Sukses Mantan Panglima Perang Afghanistan

Ezatullah Atef, seorang laki-laki gemuk dengan janggut pendek, kini merupakan seorang pengusaha di Afghanistan. Atef, yang mengenakan jaket ala barat untuk menutupi pakaian khas yang longgar, di masa lampau mengomandoi 1400 personel dan menjadi salah satu unit mujahidin yang mengusir Uni Soviet.

 

Milisinya juga memegang peranan dalam invasi Amerika Serikat lima tahun lalu. Kini, Atef tetap komandan, tidak secara militer tetapi sebagai manejer tempat wisata paling terkenal di Kabul, Danau Qargha.

 

Lokasi wisata itu menjadi tujuan piknik keluarga untuk berjalan-jalan menikmati keindahan taman maupun bermain air.

"Setelah kejatuhan Taliban, saya kira masa bersenjata di Afghanistan telah berlalu. Saya meletakkan senjata dan mencoba usaha," kata Atef, (46).

 

Atef adalah salah satu dari para panglima perang yang menyerahkan senjata mereka dalam program pelucutan senjata. Dia mengatakan menyerahkan lebih dari 800 senapan mesin, enam tank dan sejumlah artileri pada 2002.

 

Namun, program tersebut hanya mencatat penyerahan 640 senjata serta pembubaran 1.400 anak buahnya. Program Pelucutan, Pembubaran dan Penyatuan Kembali yang didukung PBB tersebut juga mencatat Atef menyerahkan empat truk penuh amunisi.

Atef masih didampingi dua pengawalnya dan penjaga-penjaga bersenjata berada di sudut-sudut kompleks Qargha.

 

Dia menjalankan usaha pariwisata di kawasan nasional Afghanistan yang punya pemandangan indah yaitu danau, hutan pinus dan belukar ungu yang dihiasi mawar kuning saat musim semi. Danau tersebut dibangun pada dasawarsa 60, dengan air yang berasal dari salju di kaki pegunungan Hindu Kush.

 

Awalnya, masuk ke Qargha tidak dipungut biaya kini, di gerbang ada karcis 40 Afhani (kurang dari Rp9 ribu) dan pengunjung juga harus membayar untuk parkir maupun mendirikan tenda.

 

Atef mendapat kontrak selama 20 tahun untuk mengelola tempat tersebut dan dia harus menyetor 2500 dolar setiap bulan kepada pemerintah.  Kini di tempat itu telah terdapat lusinan restoran dan kios es krim. Ada juga sewa sepeda air seharga satu dolar untuk setiap 15 menit dan pengantaran perahu keliling danau, juga seharga satu dolar.

 

Tempat itu bahkan menyediakan jetski, sesuatu yang masih jarang di Afghanistan. Atef, terinspirasi saat berkunjung ke Swiss, juga membangun pondokan bergaya vila pegunungan dengan tarif US$80 hingga US$200 semalam.

 

"Saya menghabiskan US$800 ribu untuk membangun kembali tempat ini dan saya dapat pemasukan selama 20 tahun," katanya. Sebelum memulai pembangunan, dia terpaksa meledakkan bendungan yang dibangun panglima perang saingannya agar air mengalir ke sungai.

 

Dia juga mendapat pemasukan dari kios-kios makanan, di mana para pengelola berbagi 50% keuntungan untuk manejemen Atef. Pada hari libur dan akhir pekan, pemasukan satu kios bisa mencapai US$2 ribu.

 

Langkah Atef mengeryitkan kening sebagian orang, di negeri di mana korupsi menjadi endemik, kasus kejahatan meninggi dan sekitar 2 ribu tentara pribadi masih berkeliaran.

"Ada yang bilang kontraknya tidak adil untuk pemerintah. Tapi Atef bagus dalam mengerjakan rekonstruksi. Lebih baik punya pengusaha yang korup dari pada panglima perang yang berbahaya," kata seorang pegawai negeri di Kabul, Sahpoor Zazai yang hampir setiap akhir pekan berkunjung ke Qargha.

 

Banyak mantan panglima perang era pendudukan Uni Soviet, kini menjadi masalah bagi pemerintahan presiden Hamid Karzai.

Beberapa masih menjalankan pasukan mereka dan mengabaikan kewenangan pemerintah.

"Kami mencatat ada dua ribu kelompok bersenjata dengan jumlah keseluruhan 180 ribu personel," kata juru bicara program pelucutan dan demobilisasi, Ariane Quentier. Kebanyakan kelompok tersebut terlibat dalam aktivitas yang tidak sah serta menghambat kemapanan kewenangan pemerintah dan hukum.

Para mantan komandan, beberapa di antaranya kini duduk di parlemen, diduga terlibat dalam berbagai kekejaman dalam konflik yang berlangsung hampir tiga dasawarsa, khususnya saat perang saudara yang menghancurkan Kabul serta menewaskan sekitar 80 ribu orang.

Beragam masalah yang dihadapi pemerintah, misalnya sejumlah tokoh yang dikenal sebagai pembebas Afghanistan akan dihadapkan ke pengadilan atas dugaan kejahatan perang.

"Siapa yang panglima perang dan siapa yang bukan, terserah penilaian masyarakat. Saya berjuang untuk kemerdekaan negara saya dan saya bangga,"

kata Atef lalu mengatakan sepenuhnya telah meninggalkan masa pejuangnya.

 

 

Tidak ada komentar: