PT Bukaka Teknik Utama.Fadel mendirikan perusahaan ini bersama teman semasa kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) di tahun 1978. Sementara di pentas politik, Fadel pernah menjabat Gubernur Gorontalo selama dua periode, yakni kurun waktu 2001 hingga 22 Oktober 2009.
Namun, di periode kedua ia mundur di tengah jalan karena diangkat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Pengusaha dan politisi kelahiran Ternate, 20 Mei 1952 ini merupakan anak sulung dari delapan bersaudara. Jiwa bisnis sudah tumbuh di dalam diri Fadel sejak kecil.
Sebagai sulung, ia terpanggil untuk meringankan beban orang tuanya dalam menghidupi ekonomi keluarga. Adalah ayahnya yang telah menumbuhkan jiwa wirausaha di dalam dirinya sejak
usia dini. Selain berprofesi sebagai guru, ayahnya yang bernama Muhammad bin Muchsin Al Hadar juga merupakan seorang pedagang antar pulau.
Melihat kesibukan ayahnya berdagang, Fadel pun tertarik mengikuti jejaknya dengan berjualan roti buatan ibunya, Salmah binti Salim. Ketika itu Fadel masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).
Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, dia menyempatkan pergi ke pasar Gamalama yang letaknya di pusat kota Ternate. Dia menyunggi di atas kepala roti dagangannya. "Jadi saat remaja saya sudah berjualan roti," kata Fadel.
Sosoknya yang supel membuat Fadel tak sulit mencari pelanggan. Banyak ibu-ibu yang berjualan sayur atau ikan di pasar menjadi pelanggannya.
Selain berjualan roti, setiap hari Minggu atau hari libur, Fadel juga berjualan aneka barang kebutuhan sehari-hari di pelataran Pasar Rum di Ternate, seperti sandal, sarung, dan sepatu.
Hampir seluruh masa remajanya dia habiskan buat berjualan dan berdagang. Setelah tamat SMA di Ternate, Fadel melanjutkan sekolah ke ITB.
Saat kuliah di ITB, dia pun meraih sejumlah prestasi gemilang. Tahun 1975 dia mendapat penghargaan sebagai mahasiswa teladan.
Mendirikan Bukaka
Setelah meraih gelar insinyur tahun 1978, Fadel pun memilih pengusaha. Debut awalnya di dunia bisnis dimulai dengan mendirikan PT Bukaka Teknik Utama bersama beberapa rekan kuliahnya di ITB, seperti Achmad Kalla, Erwin Kurniadi, Imron Zubaidi dan Muhammad Ashari.
Bukaka sendiri diambil dari sebuah nama desa dekat dengan Makassar, Sulawesi Selatan tempat kelahiran Achmad Kalla adik dari Jusuf Kalla. Awal berdirinya, perusahaan ini fokus di bidang pembuatan karoseri dan jasa servis teknik.
Ketika baru berdiri, Bukaka meminta order pekerjaan ke perusahaan milik ayah Achmad Kalla, yakni Haji Kalla. Di Makassar, Haji Kalla ini mengelola perusahaan besar bernama NV Kalla.
Sebagai perusahaan baru berdiri, Haji Kalla pun terpanggil membantu perusahaan milik anaknya ini. Selain bersedia diajak bekerja sama, Haji Kalla juga memberikan pinjaman uang sebesar Rp 50 juta untuk modal usaha Bukaka.
Pada masa itu, uang tersebut itu sangat besar nilainya. Mendapat suntikan modal, Bukaka serius menjalankan bisnis. Sebagai lokasi usaha, Fadel dan rekan-rekannya kemudian membuka bengkel di Jalan Raya Narogong Km 19,5 Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bengkel tersebut berdiri di lahan seluas 4.000 meter persegi.
Lokasinya berada di lingkungan pedesaan yang jauh dari keramaian. Untuk mencapainya harus berjalan kaki sekitar 500 meter dari jalan raya.
Sarana dan prasarana usaha juga masih sangat minim. Di bengkel itu ada empat mesin las ketok dan sebuah mesin potong. Karyawannya pun hanya 12 orang. Bangunan bengkel juga sederhana berlantai tanah tanpa dinding. Bila hujan deras turun, air langsung masuk ke dalam bangunan.
Tapi, kondisi yang serba terbatas itu tidak menyurutkan semangat Fadel dan teman-teman. Mereka terus berusaha mencari order demi kelangsungan usaha. Pelan-pelan bisnis mereka pun mulai dipercaya di industri otomotif dengan mendapatkan pesanan khusus dari Toyota.
Selain mobil penumpang, mereka juga mulai belajar belajar membuat mobil pemadam kebakaran. Namun karena kurang pengalaman, Bukaka hanya mampu memproduksi empat unit. Harga untuk setiap unitnya juga tidak murah sekitar US$ 35.000 per unit.
Bahkan setelah jadi produksinya pun tidak ada satupun yang laku dijual.Pantang menyerah, akhirnya Bukaka banting setir dengan memproduksi alat-alat besar, terutama untuk menunjang peralatan konstruksi.
Apalagi pada tahun 1980 terbit Keputusan Presiden (Keppres) No 10/1980 yang melarang impor barang industri yang bisa diproduksi di dalam negeri. Keputusan pemerintah itu mendatangkan angin segar bagi Bukaka. "Kami memiliki konsep untuk menggunakan produksi dalam negeri, tanpa harus impor kalau dapat dikerjakan sendiri. Kami pun merasa mampu," ujar Fadel.
Di bidang usaha yang baru ini, Bukaka mencoba peruntungannya dengan mengikuti tender pengadaan asphalt mixing plant di Departemen Pekerjaan Umum. Peserta tender bukan saja perusahaan lokal, namun juga luar negeri.
Lantaran banyak kompetitor, Bukaka sebagai perusahaan baru atau new comer kalah bersaing. Jaminan harga yang lebih rendah dibandingkan perusahaan lain dalam tender tersebut tidak mempan untuk mensukseskan tawaran Bukaka.
Pengalaman demi pengalaman telah menempa Bukaka sehingga menjadi perusahaan yang kuat. Bukaka akhirnya mendapat proyek dengan nilai yang cukup besar, yakni Rp 16 miliar untuk memproduksi trailer dan kontainer sebanyak 2.000 unit. Seluruh kendaraan berat itu semula akan diimpor dari inggris.
Semakin lama berjalan, Bukaka akhirnya mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk memproduksi alat-alat industri. Ketika itu pangsa pasar Bukaka 85% untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sedangkan 15% sisanya dilempar ke pasar luar negeri.
Beberapa produk Bukaka yang potensial memenuhi pasar ekspor antara lain boarding bridge, machine tools, tower dan read construction equipment. Salah satu prestasi besar yang dirasakan Bukaka adalah saat bisa mengalahkan perusahaan besar Jepang Sing Mei Hwa dalam tender pembangunan 44 unit gangway atau passanger boarding bridge di bandara Soekarno-Hatta, yang diberi nama Garbarata.
Sukses di dalam negeri, membuat Bukaka semakin berani melebarkan sayap ke luar negeri. Bukaka berhasil menjual Garbarata sebanyak 20 unit untuk dipasang di Osaka Airport, Jepang. Selain itu juga 12 unit di Changi Airport, Singapura.
Bahkan di Chek Lapk Kok Airport, Bukaka memasang 74 unit yang dapat dikatakan sebagai paket order Garbarata terbesar di dunia. Berbagai tender pengadaan jenis barang hampir sudah pernah dilakukan Bukaka.
Mulai dari pesanan membuat pompa angguk dari Caltex, hingga memenangkan tender asphalt mixing plant untuk pembuatan jalan. Bukaka juga pernah mengikuti tender internasional pengadaan mesin besar rice mill yang nilainya sekitar Rp 8 miliar.
Fadel bercerita, sebuah profesionalisme dan kerja keras akan menghasilkan sesuatu yang maksimal. Hal ini dibuktikannya dengan membangun Bukaka dari nol hingga menjadi perusahaan publik pada tahun 1995. "Bukaka dulu karyawannya hanya sedikit, tetapi sekarang sudah menjadi perusahaan Tbk (go public)," ujar Fadel.
Setelah Bukaka menjadi perusahaan publik, Fadel melepas jabatannya sebagai direktur utama. "Saat ini saya masih sebagai pemegang saham minoritas di Bukaka," kata Fadel.
Kini, selain aktif di bidang politik Fadel juga tetap aktif berbisnis. Salah satunya mengembangkan perusahaan bernama Batara yang bergerak di sektor alat berat atau heavy industry. Batara sendiri adalah anak usaha Bukaka Kujang Prima yang diambil Fadel.
Selain itu, ia juga menggarap bisnis minyak dan gas serta properti. Fadel sendiri memiliki pengalaman karier yang cukup panjang di dunia bisnis dengan memegang sejumlah posisi penting di berbagai perusahaan.
Di antaranya pernah menjabat Presiden Komisaris PT Arco Chemical Indonesia, PT Lyondell Indonesia, PT Bayer Urethanes Indonesia, dan PT Dowell Anadrill Schlumberger Indonesia. Ia juga pernah Komisaris Utama Intan Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar