Sabtu, 10 Oktober 2015

Kisah Jendral Teladan

Dia tak marah pada polisi itu. Atau menggunakan kekuasaannya supaya lolos dari jerat hukum. Padahal dia pemimpin dari seluruh prajurit angkatan darat.

Dalam beberapa kali terjadi bentrok antara anggota TNI dan polisi. Belakangan diketahui pemicunya berawal dari pelanggaran lalu lintas.

Sebagai aparat mereka tak terima ditegur. Sampai akhirnya berujung keributan hingga bawa-bawa senjata.

Agar peristiwa seperti itu tak terulang lagi, ada baiknya mengetahui cerita teladan yang diberikan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Mayor Bambang Soegeng.

Meski menjadi orang nomor satu di TNI AD, Bambang Soegeng manut saja ketika dihentikan polisi di jalan raya.

Bambang Soegeng memang hobi naik sepeda motor. Ceritanya tahun 1952, sang Jenderal sedang berada di Yogyakarta. Dia meminjam motor milik Haryadi, seorang pelukis. Melajulah Bambang dengan motor keliling Yogyakarta.

Begitu sampai di Perempatan Tugu, yang mengarah ke jalan Malioboro, ada lampu lalu lintas yang menyala kuning. Dia menyangka habis lampu kuning pasti lampu hijau, Bambang pun tancap gas. Tahunya malah lampu merah yang menyala.

'Pritt!' seorang polisi menyetop Bambang yang saat itu berpakaian sipil alias tak pakai seragam.

Bambang berhenti. Polisi itu menasihati panjang lebar soal peraturan lalu lintas. Dia kemudian meminta SIM milik Bambang.

Tapi betapa terkejutnya polisi itu saat melihat SIM. Pria di depannya adalah Kepala Staf TNI AD Jenderal Mayor Bambang Soegeng --saat itu TNI AD masih dipimpin jenderal bintang satu dengan pangkat jenderal mayor.

"Siaap Pak!" si polisi langsung berdiri tegak memberi hormat. Merasa tegang mengetahui baru saja mau menilang Kasad.

Namun dengan bijaksana Bambang Soegeng mengaku salah. Dia tak marah pada polisi itu. Atau menggunakan kekuasaannya supaya lolos dari jerat hukum. Padahal dia pemimpin dari seluruh prajurit angkatan darat.

"Memang saya yang salah. Saya menerima pelajaran dari Pak Polisi," kata Bambang Soegeng.

Kisah ini dimuat dalam buku Panglima Bambang Sugeng, Panglima Komando Pertempuran Merebut Ibu Kota Djogja Kembali 1949. Buku tersebut ditulis oleh Edi Hartoto dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2012.

"Hal itu masuk berita di koran Yogya, keesokan harinya saya berkesempatan membacanya," kata Putra Bambang Soegeng, Bambang Herulaskar soal kasus Kasad disetop polisi tersebut.

Tidak ada komentar: