Sabtu, 03 Juli 2010

Ajak Warga untuk Perangi Kekerasan Seksual


Lebih dari satu dekade,Betty Makoni berjuang menyelamatkan gadis Zimbabwe dari ancaman kekerasan seksual.Selama itu pula dia menjadi saksi atas beberapa kasus kekerasan seksual terhadap bayi perempuan.


KEKERASAN seksual merupakan kasus yang cukup mengerikan. Di Zimbabwe angka kekerasan seksual bukannya menurun, melainkan terus bertambah"Setiap hari sekurang-kurangnya sepuluh gadis mengadu telah diperkosa," kata Makoni.

Selama ini Makoni memaknai kasus kekerasan seksual dengan cara yang berbeda.Ketika orang-orang sibuk menghujat pelaku, Makoni memaknai kasus kekerasan seksual sebagai pengingat."Dunia kita semakin kacau.Maraknya kasus kekerasan seksual telah mengingatkan supaya kita bergerak,"katanya. Makoni tidak mau warga sedunia bisa menangisi kasus kekerasan seksual yang menimpa para gadis, tapi nihil aksi. Dia berharap penduduk sedunia bisa mengusahakan sesuatu, selain hanya menangis. Makoni mengajak siapa pun untuk bergerak,bergerak,dan bergerak.Kali ini teriakan Makoni terdengar lebih nyaring karena didukung ratusan relawan Girl Child Network (GCN). Tidak seperti 12 tahun lalu,kala Makoni memulai kegiatan GCN.

Kondisi sosial di Zimbabwe pada 1998 berbeda dengan masa belakangan. Makoni, yang saat itu berprofesi sebagai guru muda, mesti berjalan kaki puluhan kilometer untuk mengunjungi korban kekerasan seksual. Dia berjalan sendiri tanpa ditemani siapa pun. Dengan sabar,Makoni mengunjungi beberapa rumah mungil di daerah berpasir. Apa yang dilihat Makoni di setiap rumah yang dikunjungi nyaris membuatnya menangis."Tapi,saya tidak mau sampai menangis.Tidak di rumah itu,tidak di depan korban dan keluarganya,"kenangnya. Dia mengajak bicara para korban kekerasan seksual.Dalam keprihatinan, Makoni lantas kembali ke sekolah tempatnya mengajar.

Dia berbicara di depan para murid tentang kondisi para korban.Tanpa bermaksud memaksa, Makoni mengajak para murid untuk bergabung dalam proyek kemanusiaan yang saat itu belum bernama.Ajakan Makoni mendapat respons po-sitif dari siswa. Sedikitnya 10 murid perempuan memutuskan bergabung dalam proyek yang akhirnya dikenal sebagai GCN."Kita bertanggung jawab atas keselamatan gadis-gadis ini (korban),"papar Makoni. Entah kenapa, saat itu Makoni merasa jumlah kekerasan seksual lebih banyak dari yang berhasil dicatat pemerintah setempat.Catatan dibuat karena ada pengaduan.Makonisangatyakin, lembarcatatanitu mestinya lebih panjang dari yang disimpan pemerintah.

"Saya yakin masih banyak korban lain yang sampai sekarang memilih untuk tutup mulut,"katanya kemudian. Mereka tutup mulut karena beberapa faktor,mulai dari rasa takut terhadap pelaku, menjaga nama baik keluarga, hingga menyelamatkan masa depan. Sebagai perempuan, Makoni tentu sedih saat menerima informasi ini.Dia bertekad bakal mendampingi para korban sehingga mereka bangkit."Paling tidak,saya ingin mereka punya tempat untuk bercerita dan menangis," kata perempuan berambut pendek ini. Makoni dan kesepuluh murid melalui tahun pertama GCN dalam kondisi yang lumayan sulit.

Mereka butuh lebih banyak dukungan, khususnya dalam pendanaan dan penyediaan tempat.Akhirnya Makoni meminta bantuan suaminya yang juga seorang teknisi. Dia meminta izin suaminya supaya bisa menggunakan beberapa ruang di rumah mereka. Suaminya setuju. Dia bahkan mencarikan beberapa perangkat yang dibutuhkan GCN. Ketika aktivitas GCN semakin lancar, Makoni kembali berpikir. Dia ingin menggelar kampanye kecil-kecilan supaya publik mengetahui GCN yang sebenarnya. Makoni berharap masyarakat mengerti bahwa pembentukan GCN bukan demi tujuan komersial, melainkan kemanusiaan.Setelah berpikir beberapa hari,Makoni lantas membagi ide kampanyenya dengan para murid.

"Saya mengajak mereka (anggota dan pendukung GCN) untuk melaksanakan long march,"ujarnya. Rencana ini akhirnya terlaksana beberapa pekan kemudian. Makoni dan puluhan siswa berjalan kaki sejauh 170 km selama 17 hari berturut-turut.Mereka bukan hanya berjalan kaki sambil membagi brosur GCN. Makoni dan anggota GCN memasuki setiap desa dan bercakap- cakap dengan penduduk setempat. Mereka mengajak bicara para gadis."Kalian harus terbuka supaya beban kalian lebih ringan," kata Makoni kepada gadis desa. Para gadis yang awalnya menunduk akhirnya mau membuka mulut. Kepada Makoni, mereka mengisahkan adegan kekerasan seksual yang dialami. Tidak disangka, jumlah korban kekerasan seksual di pedesaan Zimbabwe ternyata lebih banyak dari perkiraan Makoni.Jumlahnya mencapai 2000 orang.

"Kalau tidak ingin jumlah ini terus meningkat, sebaiknya kita bergerak,bukan menangisi kondisi mereka (korban)," ajak Makoni kepada warga Zimbabwe sekali lagi. Hingga kini Makoni bersama GCN telah mendampingi sekurang-kurangnya 35.000 gadis korban kekerasan seksual di Zimbabwe dan sekitarnya.

Tidak ada komentar: