Minggu, 11 Juli 2010

STEPHEN KATSAROS: Ciptakan Lampu Tenaga Surya demi Membantu Negara Berkembang


Sadar bahwa ketersediaan energi untuk lampu penerangan masih menjadi masalah di negara-negara berkembang,Stephen Katsaros membuat terobosan. Dia menciptakan lampu tenaga surya.

KATSAROS menciptakan produk sangat revolusioner setelah 130 tahun lalu Thomas Edison menemukan bola pijar. Pria berusia 37 tahun ini menciptakan lampu yang tak membutuhkan listrik. Lampu buatan Katsaros hanya memerlukan tenaga matahari.

Lampu tenaga surya tersebut dinamakan Nokero dan diluncurkan beberapa waktu lalu.Lampu itu dapat dipindahkan ke mana pun, memiliki durasi menyala cukup lama, dan ramah lingkungan karena tak menggunakan tenaga listrik.Menurut Katsaros,Nokero mampu menjadi solusi bagi 1,6 miliar penduduk dunia yang tak menikmati listrik dan mereka yang masih bergantung dengan minyak tanah. Kini,lampu tenaga surya Nokero telah tersebar ke 33 negara yang jutaan warganya tak bisa mendapatkan akses listrik.Nokero merupakan produk satu-satunya lampu tenaga surya di pasaran."Nokero mewakili hasil produk terbaik kita dengan jaminan keamanan dan keselamatan serta solusi pelayanan jangka panjang,"paparnya.

Harga Nokero sekitar USD15 atau Rp138.000 dengan biaya produksi USD6 atau Rp55.200. "Kita mencoba menjual Nokero dengan harga yang cukup murah sehingga 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dengan penghasilan USD2 per hari dapat membeli lampu itu," papar Katsaros."Pasalnya,bagi mereka, setiap sen sangat berharga," tuturnya kepada The Denver Post. Katsaros mengakui, penjualan Nokero bukan didasarkan misi sosial." Kita menggunakan sistem kapitalisme sebagai cara untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat," paparnya.Target penjualan, menurut Katsaros, antara lain India, Indonesia, Nigeria, dan Pakistan.

Nokero diproduksi di China di mana setiap bulan mampu menghasilkan 600.000 hingga 1,2 juta lampu. Salah satu produk Nokero adalah N100. Sebenarnya,tujuan utama Katsaros menciptakan Nokero adalah sebagai solusi bagi masyarakat yang masih menggunakan minyak tanah untuk menyalakan lampu. Apalagi, sebuah laporan yang dipersiapkan untuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) dan dibicarakan dalam pertemuan Clean Development Mechanism (CDM) Executive Board menyebutkan bahwa seperempat dari seluruh manusia di planet ini melepaskan 200 juta ton CO2 setiap tahun karena menggunakan penerangan tersebut.

Nokero merupakan kependekan dari No Kerosine (tanpa minyak tanah) serta menggunakan lampu LED (light-emitting diode) sebagai sumber cahaya pada produknya. Nokero menggunakan empat buah panel surya kecil yang menempel pada rumah lampu.Nokero mampu menyala selama sekitar empat jam. Nokero dilengkapi dengan sebuah baterai isi ulang berjenis NiMH (nickel metal hydride) yang dapat digunakan minimal selama 2 tahun.Lantaran ditujukan sebagai lampu penerangan bagi wilayah bencana alam, lampu yang berukuran sama dengan lampu pijar itu juga didesain untuk tahan terhadap cuaca pada pemakaian outdoor, termasuk antiair. Pada awal Juni lalu,Nokero N100 diuji coba di gurun di Mongolia. Hasil uji coba menyatakan, N100 tahan di cuaca dingin dan salju.

Menurut Katsaros, lampu Nokero masih sangat relevan karena mengurangi polusi dalam ruangan." Nokero juga membantu siswa sekolah untuk belajar di malam hari dan menurunkan emisi karbon serta dalam jangka panjang bisa mengurangi biaya bahan bakar yang digunakan untuk menyalakan lampu tradisional," ujarnya kepada NewYork Times. Seberapa awetkah Nokero? Katsaros mengklaim bahwa khusus untuk produk N100 dapat digunakan hingga 10 tahun beserta lampu LED serta panel suryanya. Penggunaan N100 lima kali lebih terang dari lampu minyak dan sangat hemat energi. Lampu tenaga surya ini dapat pula digunakan untuk berkemah atau di teras rumah dan sangat bermanfaat saat terjadi pemadaman listrik.

Pria asal Colorado,Amerika Serikat itu telah bergelut dengan dunia penelitian dan penemuan sejak kecil. Jiwa kreativitas dan inovasinya sedari kecil telah tertanam dengan baik. Pada usia tujuh tahun,Katsaros telah membongkar kipas angin yang biasa digunakan di kamar tidurnya. Kemudian dia menyusun bongkaran kipas angin tersebut dan menggantinya dengan motor penggerak yang lebih besar. "Kipas itu seperti B-52 (pesawat pengebom), tetapi yang penting saya merasa lebih dingin,"ungkap Katsaros. "Saya selalu merusak benda-benda elektronik dan sering tidak mampu mengembalikannya seperti semula,"paparnya. Dengan demikian,dia mengaku tidak takut bereksperimen dan mengambil risiko.

Berbagai eksperimen yang dilakukan Katsaros terus berlanjut. Ketika menginjakkan kaki di sekolah menengah, dia membuat alat khusus yang dipergunakan untuk memperbaiki alat bermain ski.Ketika menempuh studi teknik mesin di Universitas Purdeu, Amerika Serikat, Katsaros mendapatkan penghargaan atas beberapa penemuannya. Salah satunya adalah alat penyimpan sepeda yang unik dan alat penjepit papan ski. Beberapa penemuannya pun dibeli oleh perusahaan ternama.

Alat yang memadukan sistem pencahayaan yang dapat digerakkan dibeli oleh Westinghouse.Kemudian, Katsaros juga membuat kotak yang mampu menangkap kodok yang disebut dengan The Haber Eliminator. Kemudian, selama lima tahun, dia mendesain RevoPower, yakni sebuah sepeda motor yang mampu berjalan dengan kecepatan 32 km per jam.


2 komentar:

Unknown mengatakan...

Tulisan Anda sangat inspiratif. Dalam rangka memuculkan penulis-penulis Kristen kreatif, akan diselenggarakan festival penulis dan pembaca kristiani. Salah satu pre-event adalah lomba menulis cerpen dan novelet berdasar Alkitab. Anda mungkin berminat untuk ikut? Info lengkap dapat Anda klik di Lomba Menulis Cerpen dan Novelet Berdasar Alkitab

harjono.swanopati mengatakan...

Dear Bayu Prabowo
terima kasih atas comment di blog saya dan sukses selalu untuk Bayu...