Di mana pun dia berada,Guy Harvey tak pernah lepas dari ikan.Ketika berada di laboratorium pengamatan samudera di Karibia,ikan-ikan sesungguhnya bergerak selalu mengitarinya, sedangkan saat berada di studio lukisnya,ikan-ikan itu hidup dalam torehan kanvasnya.
KECINTAANNYA pada laut dan ekologi membuat Harvey selalu memikirkan cara bagaimana melindungi ikan dan keanekaragaman hayati di lautan.
Pria yang dibesarkan di Jamaika itu memang dikenal sebagai salah satu tokoh konservasionis dunia yang memiliki gelar sarjana di bidang biologi laut dan gelar PhD di bidang manajemen perikanan.Selain itu,dia juga dikenal sebagai pengusaha yang sangat sukses dengan jaringan restoran seafood serta pelukis autodidak yang membuat ikan-ikan menari- nari di atas kanvasnya. Obsesinya untuk menjaga kelestarian hayati di samudera mendorongnya mendirikan Guy Harvey Research Institute (GHRI) pada 1999.Melalui lembaga tersebut, lelaki yang mengambil pendidikan di Scotlandia itu menyediakan berbagai informasi ilmiah tentang perlindungan ikan dan biodiversity.
Hebatnya,dia membiayai organisasi tersebut dari penjualan lukisan ikan karyanya.Harvey melukis setiap hari dan 10% dari karya lukisannya dijual untuk mendanai organisasi lingkungan yang dipimpinnya. Dia mengaku terinspirasi melukis ikan dari novel karya Ernest Hemmingway berjudul The Old Man and The Sea. "Saya tidak belajar di sekolah seni atau kursus melukis. Saya tidak pernah mengambil kuliah melukis sepanjang hidup saya. Saya mempelajari semuanya dari mencoba dan kesalahan,serta ketekunan, yang saya kira membawa saya ke tempat saya berada,"tutur Harvey.
Dia juga menciptakan serial TV berjudul Portraits of The Deepuntuk menunjukkan pada penonton tentang ikan-ikan yang bermain dan pentingnya ikan bagi kelestarian lingkungan. Melalui GHRI, Harvey membantu memelopori teknik-teknik baru dalam merekam perilaku ikan di bawah air serta menciptakan sistem untuk mengamati mereka dari jarak jauh."Untuk melihat warna ikan-ikan yang menyala, bergerak, dan agresif,mungkin merupakan salah satu yang paling menakjubkan bagi penyelam,"ujarnya. Video-video penyelaman yang menampilkan ikan-ikan di lautan lepas ditayangkan di toko-toko dan restoran-restorannya, tempat Harvey juga memasang lukisan-lukisannya di dinding.
Di jaringan restoran seafood miliknya,Harvey hanya menyajikan jenis ikan yang tersedia dalam jumlah berkelanjutan di alam.Pria kelahiran 16 September 1955 itu melarang jaringan restorannya menyajikan menu yang berbahan sirip ikan hiu atau paus. Saat ini pakar lautan itu turut membantu upaya melindungi hiu dariperburuan.Hiu-hiudiburusecara ilegal untuk diambil siripnya yang berharga mahal di pasar. Harvey memperingatkan, jika jumlah hiu berkurang,keseimbangan samudera yang rentan dapat terancam. Harvey juga menekankan bahwa hiu-hiu di Teluk Meksiko terancam bahaya karena tumpahan minyak BP.
Harvey pun mengambil langkah konkret dengan menggalang dana melalui penjualan kaus untuk mendanai riset tentang dampak tumpahan minyak terhadap ikan-ikan di laut."Kita belum tahu kapan tragedi tumpahan minyak ini berhenti atau sejauh apa dampaknya serta bagaimana ini memengaruhi kehidupan di samudera," kata Harvey. Dari berbagai sepak terjangnya sebagai penyelam, pelukis, ilmuwan, dan pengusaha, Harvey ingin mengajak publik semakin peduli dengan ikan dan kelestarian ekologi maritim. "Ikan hanyalah binatang berbau amis bagi sebagian besar orang.Mereka memiliki daging yang empuk yang bisa dinikmati di piring atau Anda membelinya dalam bungkus plastik dan ikan itu mati, dingin, serta berbau.
Mereka merupakan predator lautan yang perlu kita hormati,"ujarnya. Kecintaan pria kelahiran Lippspringe, Jerman itu pada ikan sejatinya sudah muncul sejak masih kecil, ketika dia sering diajak memancing dan menyelam oleh ayahnya di sepanjang pantai. Harvey selalu terobsesi dengan makhluk-makhluk hidup di laut,dan sejak saat itu dia mulai melukis berbagai jenis ikan yang dia amati.Dalam lukisannya, Harvey menuangkan detail dan pilihan warna yang luar biasa. Lukisan Harvey lantas dijual di berbagai pameran seni, toko-toko, galeri- galeri, restoran-restoran, dan di turnamen memancing.
KECINTAANNYA pada laut dan ekologi membuat Harvey selalu memikirkan cara bagaimana melindungi ikan dan keanekaragaman hayati di lautan.
Pria yang dibesarkan di Jamaika itu memang dikenal sebagai salah satu tokoh konservasionis dunia yang memiliki gelar sarjana di bidang biologi laut dan gelar PhD di bidang manajemen perikanan.Selain itu,dia juga dikenal sebagai pengusaha yang sangat sukses dengan jaringan restoran seafood serta pelukis autodidak yang membuat ikan-ikan menari- nari di atas kanvasnya. Obsesinya untuk menjaga kelestarian hayati di samudera mendorongnya mendirikan Guy Harvey Research Institute (GHRI) pada 1999.Melalui lembaga tersebut, lelaki yang mengambil pendidikan di Scotlandia itu menyediakan berbagai informasi ilmiah tentang perlindungan ikan dan biodiversity.
Hebatnya,dia membiayai organisasi tersebut dari penjualan lukisan ikan karyanya.Harvey melukis setiap hari dan 10% dari karya lukisannya dijual untuk mendanai organisasi lingkungan yang dipimpinnya. Dia mengaku terinspirasi melukis ikan dari novel karya Ernest Hemmingway berjudul The Old Man and The Sea. "Saya tidak belajar di sekolah seni atau kursus melukis. Saya tidak pernah mengambil kuliah melukis sepanjang hidup saya. Saya mempelajari semuanya dari mencoba dan kesalahan,serta ketekunan, yang saya kira membawa saya ke tempat saya berada,"tutur Harvey.
Dia juga menciptakan serial TV berjudul Portraits of The Deepuntuk menunjukkan pada penonton tentang ikan-ikan yang bermain dan pentingnya ikan bagi kelestarian lingkungan. Melalui GHRI, Harvey membantu memelopori teknik-teknik baru dalam merekam perilaku ikan di bawah air serta menciptakan sistem untuk mengamati mereka dari jarak jauh."Untuk melihat warna ikan-ikan yang menyala, bergerak, dan agresif,mungkin merupakan salah satu yang paling menakjubkan bagi penyelam,"ujarnya. Video-video penyelaman yang menampilkan ikan-ikan di lautan lepas ditayangkan di toko-toko dan restoran-restorannya, tempat Harvey juga memasang lukisan-lukisannya di dinding.
Di jaringan restoran seafood miliknya,Harvey hanya menyajikan jenis ikan yang tersedia dalam jumlah berkelanjutan di alam.Pria kelahiran 16 September 1955 itu melarang jaringan restorannya menyajikan menu yang berbahan sirip ikan hiu atau paus. Saat ini pakar lautan itu turut membantu upaya melindungi hiu dariperburuan.Hiu-hiudiburusecara ilegal untuk diambil siripnya yang berharga mahal di pasar. Harvey memperingatkan, jika jumlah hiu berkurang,keseimbangan samudera yang rentan dapat terancam. Harvey juga menekankan bahwa hiu-hiu di Teluk Meksiko terancam bahaya karena tumpahan minyak BP.
Harvey pun mengambil langkah konkret dengan menggalang dana melalui penjualan kaus untuk mendanai riset tentang dampak tumpahan minyak terhadap ikan-ikan di laut."Kita belum tahu kapan tragedi tumpahan minyak ini berhenti atau sejauh apa dampaknya serta bagaimana ini memengaruhi kehidupan di samudera," kata Harvey. Dari berbagai sepak terjangnya sebagai penyelam, pelukis, ilmuwan, dan pengusaha, Harvey ingin mengajak publik semakin peduli dengan ikan dan kelestarian ekologi maritim. "Ikan hanyalah binatang berbau amis bagi sebagian besar orang.Mereka memiliki daging yang empuk yang bisa dinikmati di piring atau Anda membelinya dalam bungkus plastik dan ikan itu mati, dingin, serta berbau.
Mereka merupakan predator lautan yang perlu kita hormati,"ujarnya. Kecintaan pria kelahiran Lippspringe, Jerman itu pada ikan sejatinya sudah muncul sejak masih kecil, ketika dia sering diajak memancing dan menyelam oleh ayahnya di sepanjang pantai. Harvey selalu terobsesi dengan makhluk-makhluk hidup di laut,dan sejak saat itu dia mulai melukis berbagai jenis ikan yang dia amati.Dalam lukisannya, Harvey menuangkan detail dan pilihan warna yang luar biasa. Lukisan Harvey lantas dijual di berbagai pameran seni, toko-toko, galeri- galeri, restoran-restoran, dan di turnamen memancing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar