Pagi-pagi buta saya sudah dibangunkan oleh anak saya. Kalau bukan karena menginjak ponsel saya, mungkin saya tidak tahu kalau pukul tiga pagi ada sms masuk dari saudara kandung saya.
Ia mengirimkan pesan dengan lirik lagu,
"Ingat Mi, lagu lama
Satu hal yang kutahu
Bila percaya Tuhan
Allahmu akan memenuhi semua
Saat Dia menolongmu dalam kegelapan
Tiada hal yang mustahil,
Bila percaya Tuhan
Allahmu akan memenuhi semua
Saat Dia menolongmu dalam hidup ini
Kupercaya… percaya saja,
S'rahkan hidupmu, s'rahkan k'uatirmu
Kupercaya… Dia pliharaku
Bersyukur pada-Nya, kuagungkan Engkau, Tuhan"
Saya yang masih mengantuk kala itu langsung menangis.
Saya sangat suka lagu itu, dengan liriknya yang sederhana, tidak puitis, tetapi sangat sarat makna. Lagu yang sudah terlupakan dan diingatkan kembali oleh adik saya.
Lagu itu sangat menyentuh saya yang memang sedang terus berharap, terus bergumul dengan berbagai masalah penting yang saya rasakan membuat saya mandek dan tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu… berharap… tidak khawatir… mengemis belas kasihan orang… dan terus bekerja walaupun hasilnya tetap belum nampak.
Sejenak saya masih menangis serta terdiam. Barulah saya coba membalas pesan singkatnya yang dapat memuat lagu dahsyat itu,
"Terima kasih ya… Aku percaya kok…
Satu hal dalam tangis selalu aku bertanya pada Dia
Apa yang salah pada diriku sehingga aku harus menghadapi hal begini terus.
Jawaban-Nya,
'Tidak ada yang salah dari semuanya, yang salah hanyalah satu,
bila kamu berhenti berharap'
Walaupun hasil berharap itu adalah kekecewaan,
Tetapi ternyata dalam kecewa itu aku lebih belajar berharap"
Beberapa hari yang lalu, saya sepertinya diberi kesempatan untuk nonton film lama, judulnya 'Front of the Class'. Film ini diambil dari kisah nyata seorang guru yang bernama Brad Cohen yang berjuang untuk cita-citanya menjadi guru. Cita-cita itu mungkin akan mudah ia raih seandainya ia bukanlah penderita sindrom Tourette yaitu penyakit syaraf yang menyerangnya tatkala ia sedang emosi (emosi bisa senang, sedih, marah). Dengan menyandang sebagai penderita sindrom tourette, ia seringkali membuat suara-suara aneh yang keluar dari mulutnya tatkala berbicara sehingga bayangkan saja saat ia sekolah, ia dianggap mengganggu konsentrasi teman-temannya yang belajar. Terkadang kakinya refleks menendang-nendang sesuatu. Segala sesuatu yang tidak dapat dikendalikannya kecuali jika ia tenang. Namun sebagai penyandang cacat, mana bisa hidupnya tenang. Latar belakang orang tua yang bercerai yang menyebabkan timbulnya sindrom ini pada dirinya.
Singkat cerita, ia sudah pernah mengalami segala bentuk pelecehan. Dari yang dianggap kerasukan, mabuk, dilihat sebagai orang aneh di tempat umum akibat suara yang dibuatnya, dan kini harus berjuang untuk pekerjaannya. Sebagai lulusan dengan predikat cum laude, Brad yang cerdas ini seharusnya memang mudah mendapat pekerjaan, tetapi sekali lagi dengan susah payah ia harus mengirimkan lamaran sampai 25 sekolahan di wilayah tempat tinggalnya.
Brad seperti orang gila yang ditolak di mana-mana, interview yang melecehkannya membuat ia patah semangat. Tetapi di setiap panggilan yang ia terima ia SELALU BERHARAP. Saya ingat satu kalimatnya saat ia menerima panggilan interview yang paling dianggap berkualitas dibandingkan interview sebelumnya, dalam ruang tunggu Brad mengatakan pada dirinya, "Entahlah… walaupun harus merasa kecewa beratus-ratus kali, tetapi tidak ada yang bisa membuat kita berhenti berharap… sepertinya itu memang sudah seharusnya". Saat melihat dia menyatakan kalimat itu, saya menangis tergugah.
Brad akhirnya dapat belajar dari arti kata kecewa terhadap penyakitnya. Dibantu murid-muridnya yang sudah belajar hidup dengannya membantunya mendefinisikan apa yang ia telah pelajari dari sakitnya,
"Engkau belajar tidak putus berharap!"
"Engkau belajar untuk menjelaskan kepada orang entah mereka mau mengerti atau tidak"
"Engkau membuat dirimu hidup berkualitas walaupun kau sakit"
Dan satu kalimat yang membuat orang banyak terdiam kala satu anak kecil (muridnya) mengatakan,
"Kau belajar untuk tetap bertahan hidup!"
Begitu banyak pelajaran yang didapat dari kekecewaan hidupnya. Kalimat tadi disampaikan tatkala Brad Cohen menerima penghargaan sebagai guru baru terbaik di wilayah negara bagiannya di Amerika. Dan menyusul berbagai penghargaan lainnya karena dedikasinya sebagai guru yang diteladani murid-muridnya, semua siswa mencintainya walaupun dengan kondisi demikian.
Dari pelajaran film tersebut saya menarik kesimpulan, ternyata banyak pelajaran dari kata 'BERHARAP'. Dalam kitab suci juga ada kalimat, "Kuatlah di dalam pengharapan…" Ternyata memang harapan itu menguras seluruh sendi dan kekuatan mental seorang manusia. Banyak yang menjadi menyerah karenanya. Karena harapan seringkali memang menghasilkan kekecewaan.
Saya ingat ada beberapa orang yang selalu mengatakan,
"Apakah sebaiknya kita tidak terlalu berharap, jadi kalau hasilnya memang tidak sesuai harapan, kita tidak akan kecewa"
Ada yang akhirnya mengatakan,
"Saya tidak pernah bikin target apa-apa, takut tidak kesampaian, malah kecewa"
Jika saat ini anda termasuk yang mengklaim bahwa berharap berbuah kecewa sehingga urung terus berharap di dalam beberapa hal, saya ingin berbagi sedikit saja tentang arti kekecewaan. Sadarkah bahwa sebenarnya kita saat ini dapat hidup bernafas, tegak berdiri, bekerja, berkeluarga, berbisnis, itu adalah buah manis dari kekecewaan masa lampau??
Mungkin dulu ada yang kecewa karena selalu tidak menjadi orang pandai di sekolah, tetapi coba Anda lihat hasilnya sekarang pada dirimu! Sebenarnya sudah Anda kelola kecewamu menjadi ketegaran dan semangat juang lebih dibandingkan teman-temanmu yang Anda rasa lebih pandai.
Mungkin dulu ada yang pernah merasa patah hati, namun jika saat ini Anda sudah menikah… Bukankah kau mencoba mengobati kekecewaan masa lampaumu menjadi hubungan yang lebih solid.
Mungkin dulu ada yang kecewa tidak dapat memilih profesi atau cita-cita yang diinginkannya, tetapi ternyata Anda mendapat bidang yang ternyata Anda rasa sangat cocok dan nyaman saat ini.
Mungkin Anda benci dengan penampilan Anda, tetapi akhirnya Anda terampil membuat orang lain tidak melihat penampilan Anda, tetapi karya Anda sehingga orang pun tak pernah mempersoalkan tinggi pendeknya Anda, kurus gemuknya Anda, atau segala macam kekurangan yang ada.
Semua itu dapat terlalui karena adanya kekecewaan. Tidak ada satu manusiapun yang tidak terbentuk dari ujian yang meruntuhkan kepercayaan diri, waktu yang serasa lambat yang menggusarkan, serta pelbagai macam sakit hati. Namun tanpa kekecewaan, orang tidak akan pernah belajar, tanpa kecewa orang akan terus berharap pada manusia yang cenderung menyakitinya, tanpa kecewa orang tidak tahu mana salah dan mana yang benar, tanpa kekecewaan orang tidak pernah tahu jika pilihan yang dulu sudah dimentahkan adalah satu pilihan yang tepat.
Jadi apa yang salah dari kekecewaan sehingga kita takut menghadapinya?? Tidak ada! Betul apa suara dari-Nya pagi tadi yang mengatakan kepada saya,
"Yang salah hanya satu, anak-Ku… jika kamu berhenti berharap. Jangan takut akan kekecewaan sebagai hasilnya, karena jika kau takut kecewa, berarti kau takut berharap. Jika kau tidak berharap… maka dirimu tidak akan terbentuk sempurna"
Seperti Brad Cohen, seperti orang-orang yang sudah terus dikecewakan namun tak bisa berhenti berharap, saya pun memilih terus berharap, walaupun hasilnya untuk suatu kekecewaan. Kita tak pernah tahu maksud Allah, tetapi yang aku tahu saat aku berharap dan menjadi kecewa… berarti Tuhan membuatku sepuluh atau seratus langkah maju untuk mencapai nilai yang lebih baik dalam hidupku di mata-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar