Botol Acar - Buku Chicken Soup for the Parent Soul
Yang ayah wariskan kepada anak-anaknya bukan kata-kata atau kekayaan,
tetapi sesuatu yang tak terucapkan yaitu teladan sebagai seorang pria
dan seorang ayah
++ Will Rogers ++
Setahuku, botol acar besar itu selalu ada di lantai di samping lemari
di kamar orangtuaku. Sebelum tidur, Ayah selalu mengosongkan kantong
celananya lalu memasukkan semua uang recehnya ke dalam botol itu.
Sebagai anak kecil, aku senang mendengar gemerincing koin yang
dijatuhkan ke dalam botol itu. Bunyi gemericingnya nyaring jika botol
itu baru terisi sedikit. Nada gemerincingnya menjadi rendah ketika
isinya semakin penuh. Aku suka jongkok di lantai di depan botol itu,
mengagumi keping-keping perak dan tembaga yang berkilauan seperti
harta karun bajak laut ketika sinar matahari menembus jendela kamar tidur.
Jika isinya sudah penuh, Ayah menuangkan koin-koin itu ke meja dapur,
menghitung jumlahnya sebelumnya membawanya ke bank. Membawa
keping-keping koin itu ke bank selalu merupakan peristiwa besar.
Koin-koin itu ditata rapi di dalam kotak kardus dan diletakkan di
antara aku dan Ayah di truk tuanya. Setiap kali kami pergi ke bank,
Ayah memandangku dengan penuh harap. ?????Karena koin-koin ini kau tidak
perlu kerja di pabrik tekstil. Nasibmu akan lebih baik daripada
nasibku.
Setiap kali menyorongkan kotak kardus berisi koin itu ke kasir bank,
Ayah selalu tersenyum bangga. ?????Ini uang kuliah putraku. Dia takkan
bekerja di pabrik tekstil seumur hidup seperti aku.?????.
Pulang dari bank, kami selalu merayakan peristiwa itu dengan membeli
es krim. Aku selalu memilih es krim cokelat. Ayah selalu memilih yang
vanila. Setelah menerima kembalian dari penjual es krim, Ayah selalu
menunjukkan beberapa keping koin kembalian itu kepadaku. ?????Sampai di
rumah, kita isi botol itu lagi.?????
Ayah selalu menyuruhku memasukkan koin-koin pertama ke dalam botol
yang masih kosong. Ketika koin-koin itu jatuh bergemerincing nyaring,
kami saling berpandangan sambil tersenyum. ?????Kau akan bisa kuliah
berkat koin satu penny, nickle, dime, dan quarter,????? katanya. ?????Kau
pasti bisa kuliah. ayah jamin.?????
Tahun demi tahun berlalu. Aku akhirnya memang berhasil kuliah dan
lulus dari universitas dan mendapat pekerjaan di
waktu mengunjungi orangtuaku, aku menelepon dari telepon di kamar
tidur mereka. Kulihat botol acar itu tak ada lagi. Botol acar itu
sudah menyelesaikan tugasnya dan sudah di pindahkan entah ke mana.
Leherku serasa tercekat ketika mataku memandang lantai di samping
lemari tempat botol acar itu biasa di letakkan.
Ayahku bukan orang yang banyak bicara, dia tidak pernah menceramahi
aku tentang pentingnya tekad yang kuat, ketekunan, dan keyakinan.
Bagiku, botol acar itu telah mengajarkan nilai-nilai itu dengan lebih
nyata daripada kata-kata indah.
Setelah menikah, kuceritakan kepada susan, istriku, betapa pentingnya
peran botol acar yang tampaknya sepele itu dalam hidupku. Bagiku,
botol acar itu melambangkan betapa besarnya cinta Ayah padaku. Dalam
keadaan keuangan sesulit apa pun, setiap malam Ayah selalu mengisi
botol acar itu dengan koin. Bahkan di musim panas ketika ayah
diberhentikan dari pabrik tekstil dan Ibu terpaksa hanya menyajikan
buncis kalengan selama berminggu-minggu, satu keping pun tak pernah di
ambil dari botol acar itu. Sebaliknya, sambil memandangku dari
seberang meja dan menyiram buncis itu dengan saus agar ada rasanya
sedikit, Ayah semakin meneguhkan tekadnya untuk mencarikan jalan
keluar bagiku. ?????Kalau kau sudah tamat kuliah,????? katanya dengan mata
berkilat-kilat, ?????kau tak perlu makan buncis kecuali jika kau memang
mau.?????
Liburan Natal pertama setelah lahirnya putri kami Jessica, kami
habiskan di rumah orangtuaku. Setelah makan malam, Ayah dan Ibu duduk
berdampingan di sofa, bergantian memandangku cucu pertama mereka.
Jessica menagis lirih. Kemudian susan mengambilnya dari pelukan Ayah.
?????Mungkin popoknya basah,????? kata susan, lalu di bawanya Jessica ke
kamar tidur orangtuaku untuk di ganti popoknya.
Susan kembali ke ruang keluarga denga mata berkaca-kaca. Dia
meletakkan Jessica ke pangkuan Ayah, lalu menggandeng tanganku dan
tanpa berkata apa-apa mengajakku ke kamar. ?????Lihat,????? katanya lembut,
matanya memandang lantai di samping lemari. Aku terkejut. Di lantai,
seakan tidak pernah di singkirkan, berdiri botol acar yang sudah tua
itu. Di dalamnya ada beberapa keping koin.
Aku mendekati botol itu, merogoh saku celanaku, dan mengeluarkan
segenggam koin. Dengan perasaan haru, kumasukkan koin-koin itu kedalam
botol. Aku mengangkat kepala dan melihat Ayah. Dia menggendong Jessica
dan tanpa suara telah masuk ke kamar. Kami berpandangan . Aku tahu,
Ayah juga merasakan keharuan yang sama. Kami tak kuasa berkata-kata.
++++++++++++++++++
Sebuah cerita yang luar biasa bukan? Inilah sebuah cerita
yang menunjukkan besarnya cinta seorang ayah ke anaknya agar anaknya
memperoleh nasib yang jauh lebih baik dari dirinya. Tetapi dalam
prosesnya, Ayah ini tidak saja menunjukkan cintanya pada anaknya
tetapi juga menunjukkan sesuatu yang sangat berharga yaitu pelajaran
tentang impian, tekad, teladan seorang ayah, disiplin dan pantang
menyerah. Saya percaya anaknya belajar semua itu walaupun ayahnya
mungkin tidak pernah menjelaskan semua itu karena anak belajar jauh
lebih banyak dari melihat tingkah laku orangtuanya dibanding apa yang
dikatakan orangtuanya. Semoga cerita ini menginspirasi bagi kita semua.
Peace!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar