Jumat, 21 November 2008

IMPIAN dan TELADAN Seorang Ayah

 

 

Botol Acar - Buku Chicken Soup for the Parent Soul

 

Yang ayah wariskan kepada anak-anaknya bukan kata-kata atau kekayaan,

tetapi sesuatu yang tak terucapkan yaitu teladan sebagai seorang pria

dan seorang ayah

 

++ Will Rogers ++

 

Setahuku, botol acar besar itu selalu ada di lantai di samping lemari

di kamar orangtuaku. Sebelum tidur, Ayah selalu mengosongkan kantong

celananya lalu memasukkan semua uang recehnya ke dalam botol itu.

Sebagai anak kecil, aku senang mendengar gemerincing koin yang

dijatuhkan ke dalam botol itu. Bunyi gemericingnya nyaring jika botol

itu baru terisi sedikit. Nada gemerincingnya menjadi rendah ketika

isinya semakin penuh. Aku suka jongkok di lantai di depan botol itu,

mengagumi keping-keping perak dan tembaga yang berkilauan seperti

harta karun bajak laut ketika sinar matahari menembus jendela kamar tidur.

 

Jika isinya sudah penuh, Ayah menuangkan koin-koin itu ke meja dapur,

menghitung jumlahnya sebelumnya membawanya ke bank. Membawa

keping-keping koin itu ke bank selalu merupakan peristiwa besar.

Koin-koin itu ditata rapi di dalam kotak kardus dan diletakkan di

antara aku dan Ayah di truk tuanya. Setiap kali kami pergi ke bank,

Ayah memandangku dengan penuh harap. ?????Karena koin-koin ini kau tidak

perlu kerja di pabrik tekstil. Nasibmu akan lebih baik daripada

nasibku. Kota tua dan pabrik tekstil disini takkan bisa menahanmu.?????

Setiap kali menyorongkan kotak kardus berisi koin itu ke kasir bank,

Ayah selalu tersenyum bangga. ?????Ini uang kuliah putraku. Dia takkan

bekerja di pabrik tekstil seumur hidup seperti aku.?????.

 

Pulang dari bank, kami selalu merayakan peristiwa itu dengan membeli

es krim. Aku selalu memilih es krim cokelat. Ayah selalu memilih yang

vanila. Setelah menerima kembalian dari penjual es krim, Ayah selalu

menunjukkan beberapa keping koin kembalian itu kepadaku. ?????Sampai di

rumah, kita isi botol itu lagi.?????

 

Ayah selalu menyuruhku memasukkan koin-koin pertama ke dalam botol

yang masih kosong. Ketika koin-koin itu jatuh bergemerincing nyaring,

kami saling berpandangan sambil tersenyum. ?????Kau akan bisa kuliah

berkat koin satu penny, nickle, dime, dan quarter,????? katanya. ?????Kau

pasti bisa kuliah. ayah jamin.?????

 

Tahun demi tahun berlalu. Aku akhirnya memang berhasil kuliah dan

lulus dari universitas dan mendapat pekerjaan di kota lain. Pernah,

waktu mengunjungi orangtuaku, aku menelepon dari telepon di kamar

tidur mereka. Kulihat botol acar itu tak ada lagi. Botol acar itu

sudah menyelesaikan tugasnya dan sudah di pindahkan entah ke mana.

Leherku serasa tercekat ketika mataku memandang lantai di samping

lemari tempat botol acar itu biasa di letakkan.

 

Ayahku bukan orang yang banyak bicara, dia tidak pernah menceramahi

aku tentang pentingnya tekad yang kuat, ketekunan, dan keyakinan.

Bagiku, botol acar itu telah mengajarkan nilai-nilai itu dengan lebih

nyata daripada kata-kata indah.

 

Setelah menikah, kuceritakan kepada susan, istriku, betapa pentingnya

peran botol acar yang tampaknya sepele itu dalam hidupku. Bagiku,

botol acar itu melambangkan betapa besarnya cinta Ayah padaku. Dalam

keadaan keuangan sesulit apa pun, setiap malam Ayah selalu mengisi

botol acar itu dengan koin. Bahkan di musim panas ketika ayah

diberhentikan dari pabrik tekstil dan Ibu terpaksa hanya menyajikan

buncis kalengan selama berminggu-minggu, satu keping pun tak pernah di

ambil dari botol acar itu. Sebaliknya, sambil memandangku dari

seberang meja dan menyiram buncis itu dengan saus agar ada rasanya

sedikit, Ayah semakin meneguhkan tekadnya untuk mencarikan jalan

keluar bagiku. ?????Kalau kau sudah tamat kuliah,????? katanya dengan mata

berkilat-kilat, ?????kau tak perlu makan buncis kecuali jika kau memang

mau.?????

 

Liburan Natal pertama setelah lahirnya putri kami Jessica, kami

habiskan di rumah orangtuaku. Setelah makan malam, Ayah dan Ibu duduk

berdampingan di sofa, bergantian memandangku cucu pertama mereka.

Jessica menagis lirih. Kemudian susan mengambilnya dari pelukan Ayah.

?????Mungkin popoknya basah,????? kata susan, lalu di bawanya Jessica ke

kamar tidur orangtuaku untuk di ganti popoknya.

 

Susan kembali ke ruang keluarga denga mata berkaca-kaca. Dia

meletakkan Jessica ke pangkuan Ayah, lalu menggandeng tanganku dan

tanpa berkata apa-apa mengajakku ke kamar. ?????Lihat,????? katanya lembut,

matanya memandang lantai di samping lemari. Aku terkejut. Di lantai,

seakan tidak pernah di singkirkan, berdiri botol acar yang sudah tua

itu. Di dalamnya ada beberapa keping koin.

 

Aku mendekati botol itu, merogoh saku celanaku, dan mengeluarkan

segenggam koin. Dengan perasaan haru, kumasukkan koin-koin itu kedalam

botol. Aku mengangkat kepala dan melihat Ayah. Dia menggendong Jessica

dan tanpa suara telah masuk ke kamar. Kami berpandangan . Aku tahu,

Ayah juga merasakan keharuan yang sama. Kami tak kuasa berkata-kata.

 

++++++++++++++++++

Sebuah cerita yang luar biasa bukan? Inilah sebuah cerita

yang menunjukkan besarnya cinta seorang ayah ke anaknya agar anaknya

memperoleh nasib yang jauh lebih baik dari dirinya. Tetapi dalam

prosesnya, Ayah ini tidak saja menunjukkan cintanya pada anaknya

tetapi juga menunjukkan sesuatu yang sangat berharga yaitu pelajaran

tentang impian, tekad, teladan seorang ayah, disiplin dan pantang

menyerah. Saya percaya anaknya belajar semua itu walaupun ayahnya

mungkin tidak pernah menjelaskan semua itu karena anak belajar jauh

lebih banyak dari melihat tingkah laku orangtuanya dibanding apa yang

dikatakan orangtuanya. Semoga cerita ini menginspirasi bagi kita semua.

 

Peace!

 

Tidak ada komentar: