Pada suatu hari yang panas di musim panas, sepasang suami-istri dan putri mereka yang baru empat tahun, Tzippie, sedang dalam perjalanan ke kawasan pegunungan untuk berlibur selama beberapa pekan. Tiba-tiba, sebuah truk besar entah bagaimana masuk ke jalur yang sama dari arah berlawanan, akibatnya tabrakan depan lawan depan tak dapat dihindari. Suami-istri itu mengalami luka parah, dan si kecil Tzippie mengalami patah tulang di beberapa tempat. Mereka langsung dibawa ke rumah sakit terdekat, di mana Tzippie di rawat di bagian anak sedangkan kedua orangtuanya dibawa ke unit perawatan instensif. Sebagaimana terbayang oleh semua, Tzippie tidak hanya menderita sakit yang luar biasa, ia juga sangat ketakutan karena tidak ada orangtua di dekatnya yang dapat menghiburnya.
Martha, perawat yang ditugasi merawat Tzippie, adalah seorang wanita agak berumur yang tidak menikah. Ia memahami rasa takut dan rasa tidak aman yang dialami oleh Tzippie dan merawatnya dengan penuh perhatian. Apabila Martha telah menyelesaikan giliran berjaganya, ia bukannya pulang ke rumah, tetapi dengan sukarela terus menunggui Tzippie pada malam hari. Tentu saja, Tzippie semakin suka kepadanya dan bergantung kepadanya atas apa pun yang ia perlukan. Martha membawakannya kue-kue, buku-buku bergambar, dan mainan; ia bernyanyi untuknya dan bercerita banyak sekali.
Ketika Tzippie sudah dapat bergerak, Martha menaruhnya ke dalam sebuah kursi roda kemudian membawanya menjenguk orangtuanya setiap hari. Sesudah berbulan-bulan di rumah sakit, keluarga itu boleh pulang. Sebelum menginggalkan rumah sakit, sang orangtua mengucapkan terima kasih kepada Martha atas pengbdian dan perawatannya yang penuh kasih sayang dan mengundangnya berkunjung ke rumah mereka. Tzippie tidak mau berpisah dengan Martha, dan memaksanya agar mau tinggal bersama mereka. Martha juga tidak ingin berpisah dengan si kecil Tzippie, tetapi panggilan hidupnya adalah di bagian anak-anak rumah sakit itu, dan ia tidak pernah berpikir untuk berhenti bekerja dari situ. Semua orang yang mengerti terharu ketika menyaksikan Tzippie dan perawat yang ramah itu saling mengucapkan salam perpisahan. Selama beberapa bulan keluarga itu terus berhubungan erat dengan Martha – meskipun hanya melalui telepon, karena jarak yang memisahkan mereka terlalu jauh. Namun, ketika keluarga itu pindah ke luar negeri, mereka saling kehilangan kontak.
Lebih dari tiga puluh tahun telah berlalu. Pada suatu musim dingin, Martha yang sekarang berusia tujuh puluhan, menderita sakit parah karena pneumonia dan dirawat di bagian orang jompo sebuah rumah sakit dekat tempat tinggalnya. Di antara perawat yang bertugas ada seorang yang memperhatikan bahwa tamu yang menjenguk Martha sedikit sekali. Ia mencoba memberikan perawatan sebaik-baiknya kepada wanita lanjut usia ini, dan ia melihat bahwa wanita ini orang yang peka dan cerdas.
Pada suatu malam ketika perawat itu duduk dekat pasien tadi, mereka berbincang-bincang perlahan. Sang perawat mengaku kepada wanita itu tentang apa yang telah mendorongnya menjadi perawat. Ketika usianya empat tahun, tuturnya, dan ia bersama kedua orangtuanya mengalami kecelakaan lalu lintas, ada seorang perawat yang sangat ramah yang telah merawatnya sampai sembuh dengan penuh kasih sayang dan pengabdian. Ketika ia semakin besar, ia bertekad bahwa pada suatu hari ia juga akan menjadi perawat dan menolong sesama – dari muda sampai tua – seperti yang telah diperbuat oleh perawat itu kepadanya.
Sesudah lulus dari sekolah perawat di luar negeri, ia bertemu dengan seorang pemuda dari Amerika, dan ketika mereka menikah, mereka pulang ke AS. Beberapa bulan sebelum ini mereka pindah ke kota ini, karena sang suami ditawari pekerjaan yang sangat baik, dan ia juga bersyukur karena mendapatkan pekerjaan sebagai perawat di rumah sakit ini. Begitu riwayat sang perawat terungkap, air mata mengalir membasahi pipi pasien lanjut usia itu, karena kini ia yakin bahwa perawat ini pasti si kecil Tzippie, yang pernah di rawatnya sesudah mengalami kecelakaan.
Ketika perawat itu menyelesaikan ceritanya, Martha berkata dengan lembut, “tzippie, kita berjumpa lagi, tapi kali ini kau yang merawatku!”. Mata Tzippie terbelalak ketika menatap Martha, tiba-tiba mengenalinya lagi. “Sungguh?” pekiknya. “Entah berapa kali saya memikirkan Anda dan berdoa agar suatu hari kita bertemu lagi!”
Ketika Martha sembuh dari penyakitnya, Tzippie – kali ini – tidak memohon kepadanya agar datang dan tinggal bersama keluarganya. Sebalikny, ia langsung mengepak barang-barang Martha dan membawanya pulang. Ia tinggal bersama Tzippie sam pai hari ini, dan suami Tzippie serta anak-anak menyambutnya seperti menyambut seorang nenek yang paling istimewa.
Ruchoma Shain
Fr Chicken Soup for Unsinkable Soul
Martha, perawat yang ditugasi merawat Tzippie, adalah seorang wanita agak berumur yang tidak menikah. Ia memahami rasa takut dan rasa tidak aman yang dialami oleh Tzippie dan merawatnya dengan penuh perhatian. Apabila Martha telah menyelesaikan giliran berjaganya, ia bukannya pulang ke rumah, tetapi dengan sukarela terus menunggui Tzippie pada malam hari. Tentu saja, Tzippie semakin suka kepadanya dan bergantung kepadanya atas apa pun yang ia perlukan. Martha membawakannya kue-kue, buku-buku bergambar, dan mainan; ia bernyanyi untuknya dan bercerita banyak sekali.
Ketika Tzippie sudah dapat bergerak, Martha menaruhnya ke dalam sebuah kursi roda kemudian membawanya menjenguk orangtuanya setiap hari. Sesudah berbulan-bulan di rumah sakit, keluarga itu boleh pulang. Sebelum menginggalkan rumah sakit, sang orangtua mengucapkan terima kasih kepada Martha atas pengbdian dan perawatannya yang penuh kasih sayang dan mengundangnya berkunjung ke rumah mereka. Tzippie tidak mau berpisah dengan Martha, dan memaksanya agar mau tinggal bersama mereka. Martha juga tidak ingin berpisah dengan si kecil Tzippie, tetapi panggilan hidupnya adalah di bagian anak-anak rumah sakit itu, dan ia tidak pernah berpikir untuk berhenti bekerja dari situ. Semua orang yang mengerti terharu ketika menyaksikan Tzippie dan perawat yang ramah itu saling mengucapkan salam perpisahan. Selama beberapa bulan keluarga itu terus berhubungan erat dengan Martha – meskipun hanya melalui telepon, karena jarak yang memisahkan mereka terlalu jauh. Namun, ketika keluarga itu pindah ke luar negeri, mereka saling kehilangan kontak.
Lebih dari tiga puluh tahun telah berlalu. Pada suatu musim dingin, Martha yang sekarang berusia tujuh puluhan, menderita sakit parah karena pneumonia dan dirawat di bagian orang jompo sebuah rumah sakit dekat tempat tinggalnya. Di antara perawat yang bertugas ada seorang yang memperhatikan bahwa tamu yang menjenguk Martha sedikit sekali. Ia mencoba memberikan perawatan sebaik-baiknya kepada wanita lanjut usia ini, dan ia melihat bahwa wanita ini orang yang peka dan cerdas.
Pada suatu malam ketika perawat itu duduk dekat pasien tadi, mereka berbincang-bincang perlahan. Sang perawat mengaku kepada wanita itu tentang apa yang telah mendorongnya menjadi perawat. Ketika usianya empat tahun, tuturnya, dan ia bersama kedua orangtuanya mengalami kecelakaan lalu lintas, ada seorang perawat yang sangat ramah yang telah merawatnya sampai sembuh dengan penuh kasih sayang dan pengabdian. Ketika ia semakin besar, ia bertekad bahwa pada suatu hari ia juga akan menjadi perawat dan menolong sesama – dari muda sampai tua – seperti yang telah diperbuat oleh perawat itu kepadanya.
Sesudah lulus dari sekolah perawat di luar negeri, ia bertemu dengan seorang pemuda dari Amerika, dan ketika mereka menikah, mereka pulang ke AS. Beberapa bulan sebelum ini mereka pindah ke kota ini, karena sang suami ditawari pekerjaan yang sangat baik, dan ia juga bersyukur karena mendapatkan pekerjaan sebagai perawat di rumah sakit ini. Begitu riwayat sang perawat terungkap, air mata mengalir membasahi pipi pasien lanjut usia itu, karena kini ia yakin bahwa perawat ini pasti si kecil Tzippie, yang pernah di rawatnya sesudah mengalami kecelakaan.
Ketika perawat itu menyelesaikan ceritanya, Martha berkata dengan lembut, “tzippie, kita berjumpa lagi, tapi kali ini kau yang merawatku!”. Mata Tzippie terbelalak ketika menatap Martha, tiba-tiba mengenalinya lagi. “Sungguh?” pekiknya. “Entah berapa kali saya memikirkan Anda dan berdoa agar suatu hari kita bertemu lagi!”
Ketika Martha sembuh dari penyakitnya, Tzippie – kali ini – tidak memohon kepadanya agar datang dan tinggal bersama keluarganya. Sebalikny, ia langsung mengepak barang-barang Martha dan membawanya pulang. Ia tinggal bersama Tzippie sam pai hari ini, dan suami Tzippie serta anak-anak menyambutnya seperti menyambut seorang nenek yang paling istimewa.
Ruchoma Shain
Fr Chicken Soup for Unsinkable Soul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar